
“Bukan hanya menghancurkan acara, tapi juga menghancurkan perjuangan atlet”
ANOC World Beach Games 2023 yang rencananya diselenggarakan di Bali pada 5-12 Agustus 2023 dengan mempertandingkan 14 cabang olahraga dan 1.500 atlet dari 130 negara terpaksa dibatalkan. Pembatalan ini telah disampaikan secara resmi oleh Anoc World Beach Games di instagramnya pada tanggal 4 Juli 2023, yang menyatakan bahwa alasan Bali menarik diri sebagai tuan rumah WBG adalah karena tidak ada dukungan keuangan dari pemerintah dan juga ANOC yang menyatakan kekecewaan mereka terhadap keputusan yang diambil oleh KOI.
Ketua KOI (Komite Olimpiade Indonesia) Raja Sapta Oktohari menyampaikan, “Dengan berat hati, kami terpaksa mengumumkan 2nd ANOC World Beach Games Bali 2023 tidak dapat terlaksana. Kami menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada ANOC serta para Federasi Internasional, atlet dan segenap NOC yang sudah berjuang sejak proses kualifikasi” (05/07/2023). Ia juga mengkhawatirkan mengenai konsekuensi yang akan terjadi jika memaksa ANOC World Beach Games tetap dilaksanakan. Selain berisiko terhadap kualitas acara jika dipaksakan, ia juga menyoroti masalah penggunaan anggaran yang harus mematuhi prosedur birokrasi agar tidak menjadi sumber masalah di masa depan. Selain itu, hal ini juga dapat membahayakan banyak pihak karena proposal anggaran yang diajukan mencapai Rp 446 Miliar, jika disetujui, dapat memiliki konsekuensi serius terhadap penggunaan anggaran.
Sebelumnya pengunguman Bali sebagai tuan rumah ANOC World Beach Games 2023 disampaikan oleh Ketua Interim Asosiasi Komite Olimpiade Nasional (ANOC), Robin Mitchell pada Jumat (10/6/2022). Namun, dua bulan menjelang pembukaan anggaran ANOC World Beach Games 2023 masih belum cair. NOC Indonesia telah melakukan segala upaya yang diperlukan untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan ANOC World Beach Games 2023, termasuk mengadakan pertemuan teknis dengan federasi-federasi internasional, seminar Chef de Mission, serta melaksanakan berbagai kegiatan lainnya yang didanai secara independen oleh NOC Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2007 Tentang Pendanaan Keolahragaan Pasal 5 ayat (1) “Sumber pendanaan keolahragaan dari Pemerintah berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara”. Ini selaras dengan persetujuan Pemerintah Indonesia untuk mendanai ANOC World Beach Games 2023 di Bali. Namun, ternyata menurut KOI mekanisme birokrasi untuk mencairkan anggaran menjadi suatu tantangan sendiri apalagi mengingat sisa waktu menjelang pelaksanaan acara yang tidak lama lagi, serta beberapa sponsor yang mengundurkan diri.
Di lain sisi, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo menjelaskan bahwa Indonesia siap dan tidak ada kendala finansial untuk menyelenggarakan kejuaraan ajang internasional. Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) telah melakukan dua kali peninjauan terhadap proposal penyelenggaraan ANOC World Beach Games 2023. Dalam hal keuangan, pada peninjauan awal proposal pada bulan Februari 2023 sebelum dirinya menjabat, terdapat perbedaan yang signifikan antara anggaran yang diajukan hampir mencapai Rp 1 triliun dan hasil peninjauan sebesar Rp 221 miliar. Setelah menjabat, dilakukan peninjauan ulang bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), yang menghasilkan angka sebesar Rp 446 miliar. Keputusan pembatalan penyelenggaraan ANOC World Beach Games, yang sebenarnya dapat memberikan dorongan ekonomi lokal setelah pandemi Covid-19, disayangkan oleh pemerintah. Meskipun ANOC World Beach Games bukan merupakan acara resmi dalam kalender IOC seperti Olimpiade, namun sebagai ajang internasional tentunya akan memberikan manfaat yang baik bagi Indonesia dalam bidang sport tourism.
Mundurnya Indonesia sebagai tuan rumah AWBG 2023 satu bulan sebelum pelaksanaan adalah keputusan yang cukup sembrono dan seolah memperlihatkan bahwa Indonesia tidak serius dalam menyelenggarakan ajang internasional, khususnya dalam bidang olahraga. Kekecewaan ANOC kepada KOI dapat dimengerti sebab keputusan ini diambil secara mendadak sehingga tidak ada pilihan lain selain membatalkan acara ini. Ditambah, berdasarkan pernyataan resminya ANOC menyatakan bahwa setidaknya seminggu sebelum keputusan itu dibuat, pihaknya dan KOI telah melakukan rapat koordinasi dan KOI dalam rapat tersebut tidak membicarakan isu yang mengarah pada mundurnya Indonesia sebagai tuan rumah AWBG 2023. Hal ini memperlihatkan buruknya komunikasi KOI kepada ANOC, atau setidaknya KOI malah menutup-nutupi masalah yang pada akhirnya malah menggagalkan acara sepenuhnya. Padahal, jika KOI mengkomunikasikan masalah yang terjadi termasuk mengenai anggaran, bukan tidak mungkin ANOC akan membantu mencari solusi juga atau bahkan langsung berkomunikasi dengan pemerintah mengenai anggaran, bahkan bukan tidak mungkin acara akhirnya dimundurkan tanpa perlu dibatalkan.
Keputusan mundurnya Indonesia sebagai tuan rumah AWBG 2023 yang pada akhirnya menyebabkan dibatalkannya acara ini bukan saja merusak citra Indonesia khususnya dalam bidang olahraga di dunia internasional, setelah sebelumnya Indonesia dibatalkan pula menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023. Namun, juga telah mengecewakan para atlet yang akan bertanding di acara tersebut, seolah Indonesia tidak menghargai usaha para atlet tersebut. Sekitar satu tahun para atlet berlatih untuk dapat bertanding di AWBG 2023, tentunya dalam kurun waktu tersebut banyak perjuangan yang telah dilalui oleh para atlet, kemudian satu bulan menjelang acara terjadi pembatalan tentunya setidaknya ada sedikit menggugurkan rasa semangat para atlet dan telah mengecewakan para atlet tersebut.
Alasan sulitnya mekanisme pencairan anggaran untuk AWBG 2023 juga merupakan masalah yang harus menjadi perhatian pemerintah Indonesia, apalagi di pernyataan resmi ANOC menyebutkan permasalahan ini yang menjadi alasan mundurnya Indonesia sebagai tuan rumah AWBG 2023, tentunya akan membuat Indonesia dilihat sebagai negara yang tidak mendukung bidang olahraga, apalagi acara ini merupakan ajang internasional yang sama sekali tidak bisa dianggap remeh. Ini juga yang seharusnya dipertanyakan ke KOI, masalah sulitnya mencairkan anggaran pasti sudah terlihat jauh sebelum sebulan menjelang acara, sepatutnya jika dirasa memang sulit, KOI dapat menyatakan keberatannya atau mundur menjadi tuan rumah dari jauh-jauh hari, bukannya malah terus ngotot untuk terus menyelenggarakan dan bersikap baik-baik saja hingga akhirnya malah menghancurkan acara itu sendiri dengan dibatalkannya AWBG 2023.
Saat ini KOI (Komite Olimpiade Indonesia), sedang berusaha melakukan negosiasi dengan ANOC setelah dibatalkannya ANOC World Beach Games 2023 di Bali. Untuk mencapai hasil yang diinginkan, diperlukan komunikasi yang intensif guna memaksimalkan diplomasi dan negosiasi terkait potensi dampak yang mungkin timbul bagi Indonesia akibat kejadian ini, walaupun sebenarnya sangat mungkin Indonesia akan mendapat sanksi berat sebab menyebabkan batalnya acara yang bukan saja mengecewakan ANOC tapi juga para atlet yang sudah berjuang dalam waktu yang lama.
Sebenarnya, jika dilihat masalah utamanya adalah bagaimana komunikasi KOI kepada ANOC yang cukup buruk dan tidak terbuka, serta terus bersikap baik-baik saja sampai akhirnya membuat keputusan yang mengejutkan para pihak. Masalah anggaran ini dapat diselesaikan pula dengan nantinya mendapat bantuan dari pihak ANOC, bahkan bukan tidak mungkin jika ada opsi untuk memundurkan waktu acara tanpa membatalkannya ataupun mengganti tuan rumah sehingga para atlet masih dapat berkompetisi. Bagaimana komunikasi KOI dengan pemerintah Indonesia juga harus dipertanyakan, apalagi mengingat Menpora sendiri menyangkal alasan dari KOI dan merasa terkejut dan menyayangkan keputusan KOI.
Masalah ini akan berdampak pada citra Indonesia dan juga pada potensi-potensi penyelenggaraan ajang internasional di Indonesia di masa depan. Hal ini perlu menjadi perhatian dan evaluasi bagi pemerintah Indonesia dan pihak-pihak terkait, termasuk juga perhatian terhadap kelanjutan anggaran untuk AWBG 2023 yang nantinya mau digunakan untuk apa mengingat acara ini dibatalkan. Masalah ini juga menjadi pelajaran penting bagi pemerintah dan pihak terkait bahwa pentingnya keterbukaan komunikasi tanpa menutup-nutupi masalah dan besar nya konsekuensi dari sikap ngotot untuk menyelenggarakan acara, khususnya acara internasional, tanpa mempertimbangkan banyak hal.