
Peringatan! Tulisan di bawah ini mengandung konten eksplisit. Kronologi kekerasan seksual yang tertera dalam tulisan ini sudah mendapatkan persetujuan dari pihak penyintas untuk dimuat.
Pertengahan bulan Juli, beredar sebuah thread di twitter mengenai cerita seorang korban kekerasan seksual ketika berada di organisasi UKM Unnes yang kemudian menjadi viral, hal ini diungkapkan oleh korban sendiri melalui story isntagram pribadinya yang kemudian di posting pula di akun twitter @jelchoc. Viralnya cerita ini membuat identitas korban dan pelaku diketahui dan menunjukkan adanya kebrobrokan dalam organisasi UKM Unnes, serta lambatnya penyelesaian kasus oleh pihak Satgas PPKS Unnes, sehingga korban semakin berada di posisi yang rentan.
Selang beberapa hari dari postingan thread tersebut di twitter, kami berkesempatan untuk mewawacarai DFR (inisial korban) untuk mendapatkan informasi yang lebih mendetail dan konfirmasi ulang mengenai informasi yang disampaikan di media sosial. Bahwa segala informasi yang disajikan sudah mendapatkan persetujuan dari DFR dengan berbagai pertimbangan.
—
Sekitar awal tahun 2021, DFR berada di kontrakkan UKM yang memang disewakan sebab sekretrariat di kampus tidak bisa ditempati karena sedang Pandemi Covid-19. DFR sedang tidur di kamar perempuan kontrakan tersebut (kamar laki-laki terpisah) memakai kerudung serta pakaian tertutup longgar, kondisi kamar saat itu lampu dimatikan karena memang DFR dan anggota perempuan yang lain berniat untuk tidur dan pintu sudah ditutup. Sekitar pukul 6 pagi kamar sudah mulai terang karena sinar matahari meskipun lampu kamar masih dimatikan, DFR yang sedang tidur merasa ada tangan yang memegang dan memainkan bagian atas tubuhnya hingga akhirnya ia terbangun dan ketika menoleh ia menemukan FAY (inisial terduga pelaku) sebagai pemilik tangan, tanpa terlihat takut atau terkejut FAY tersenyum dan berkata “Bangun, (memangil nama DFR)” kemudian pergi ke luar kamar yang ternyata saat iu kondisi pintu sudah terbuka. Selepas FAY pergi, DFR terdiam dan syok masih bertanya-tanya apakah itu mimpi atau bukan, temanteman anggota perempuan lain yang berada di kamar masih tertidur sehingga tidak ada saksi kejadian. Setelah sadar dari rasa syok, korban mengirim pesan ke teman perempuan yang merupakan anggota UKM satu angkatan dengannya karena tidak berani menceritakan secara langsung ke siapapun mengingat FAY saat itu menjabat sebagai Ketua UKM Unnes dan setelah kejadian FAY bersikap biasa saja seolah tidak ada yang terjadi.
DFR dibawa ke kos oleh temannya yang ia kirimi pesan, kemudian teman tersebut dan teman perempuan di UKM satu angkatan juga mengantarnya ke salah satu dewan kehormatan UKM yang menjabat saat itu, M (inisial), untuk menceritakan kejadian yang menimpanya. Mendegar cerita DFR, M bersikap skeptis aplagi selain menjabat sebagai Ketua, FAY memiliki imej yang baik dan religius, bahkan M mengatakan bahwa DFR ke depannya harus tetap bertahan di UKM dan menjaga anggota lainnya agar tidak terjadi kejadian serupa dan melarangnya menceritakan kejadian ini ke siapapun. Mendapatkan respon yang tidak baik akhirnya membuat DFR sempat merasa cuek dengan apa yang pernah dialaminya, namun ternyata setelah itu M seringkali mengeluarkan kalimat-kalimat yang memojokkan DFR, seperti ketika di kamar perempuan kontrakan UKM DFR ingin tidur dan melepas kerudungnya, M mengatakan bahwa seharusnya DFR tidak melepas kerudungnya kalau ia tidak ingin kejadian (pelecehan seksual) terjadi lagi, hal ini disampaikan di depan anggota perempuan lainnya yang sedang berada di kamar. Selain itu, DFR baru mengetahui bahwa ada korban lain dengan kejadian di waktu yang berbeda sehingga ia mulai berkomunikasi dengan korban lainnya dan disarankan untuk bercerita ke dewan kehormatan lainnya, F (inisial), namun respon F bingung tidak tahu harus melakukan apa.
DFR belum bisa menerima kejadian pelecehan seksual yang dialaminya dengan lapang dada dan menyisakkan rasa trauma sehingga sekitar tiga kali ia menyuarakan hal ini di media sosial, termasuk di menfess kampus, dengan menyebutkan jurusan FAY, dan lain-lainnya, tidak secara langsung menceritakan kronologi kejadian. Bahwa salah satu postingan menfess tersebut sempat ramai dibicarakan di jurusan FAY, namun ternyata saat itu FAY menuduh mahasiswa lain yang satu kelas dengannya sebagai pelaku, hal ini diketahui oleh DFR dari temannya yang berada di jurusan yang sama dengan FAY.
Pada tahun 2022, FAY diangkat sebagai Dewan Kehormatan UKM meskipun sudah ada beberapa pihak, termasuk senior, yang mengetahui bahwa FAY telah melakukan pelecehan seksual terhadap DFR. Masih merasa trauma, DFR menceritakan kejadian ini ke salah satu senior dan merupakan alumni UKM, S (inisial), awalnya S merespon skeptis namun pada akhirnya membentuk tim investigasi di UKM. Setelah respon S ini yang merupakan senior dan alumni UKM, baru lah dilakukan sidang terhadap FAY dengan hasil dipecat secara tidak hormat pada tanggal 12 Mei 2022 dan harus membuat surat permintaan maaf. Dalam sidang tersebut, FAY mengakui perbuatannya dan mengaku hanya ada dua korban. Setelahnya, DFR dipanggil oleh UKM untuk diberitahukan mengenai pemecatan FAY, namun permintaan untuk mempublikasi pemecatan tersebut untuk secara umum tidak dilakukan dengan alasan takut merusak citra organisasi, bahkan surat pemecatan hanya dibagikan ke relasi UKM Jawa Tengah dan DIY setelah kejadian ini viral pertama kali di Unnesmenfess bulan Juli 2023 (sekitar satu tahun setelah pemecatan). Pihak UKM juga menjanjikan akan melakukan pendampingan kepada DFR.
Namun, FAY masih dianggap dan namanya tercantum sebagai Dewan Kehormatan ketika pelaksanaan seminar bakal calon anggota UKM, bahkan di akhir tahun 2022 nama FAY di dalam list keterangan anggota ditulis sebagai anggota tidak aktif dengan alasan keluarga, bukan karena dipecat secara tidak hormat. Hal tersebut diprotes DFR kepada ketua UKM namun tidak digubris, dan memang sebenarnya ia mengetahui bahwa pemecatan FAY ditutupi di internal UKM sejak awal ia mengadu pelecehan seksual yang terjadi padanya kepada M, bahkan banyak anggota termasuk mahasiswa baru yang tidak mengetahui hal tersebut.
Tahun 2023, DFR masih mengingat kejadian tersebut dan sempat menangis sekitar dua hari dan emosi yang tidak stabil, akhirnya ia kembali mengangkat kasus itu ke media sosial melalui menfess dan akhirnya yang terakhir melalui instagram story pdibadi dan kemudian di bagikan juga di twitter dengan nama akun @jelchoc. Hal ini diperparah dengan FAY yang terlihat baik-baik saja, bahkan pernah menyapa teman-teman DFR ketika DFR bersama mereka dengan santai, sedangkan DFR sendiri harus pergi ke psikiater karena emosinya yang tidak stabil. Semenjak pemecatan FAY, pihak UKM sama sekali tidak ada pendampingan atau memonitoring keadaan termasuk psikis DFR. Kemudian, karena kasus tersebut ramai dibicarakan di medua sosial, senior UKM, yaitu M dan Y (inisial) menghubungi DFR, Y adalah dewan kehormatan UKM 2023, M juga meminta maaf atas apa yang pernah ia lakukan kepada DFR dulu. Mereka menemani DFR untuk mendapatkan pendampingan religi. Selanjutnya, mereka menawarkan untuk mendampingi DFR untuk ke psikiater karena selama ini DFR melakukannya sendiri dengan BPJS, namun tidak jadi karena pihak pendamping saat itu sudah pulang.
Bulan Juni, sebelum postingan terakhir yang dibuat oleh DFR di instaram storynya dan dipublikasi di twitter, ternyata DFR sempat dihubungi oleh manager (tidak bisa disebutkan nama/inisial) tempat FAY bekerja sambian kuliah di sekitar Unnes, untuk bertemu secara langsung. DFR menceritakan pelecehan seksual yang dilakukan FAY terhadapnya, dari pertemuan juga diketahui bahwa FAY sempat ditanyai mengenai kebenaran apa yang diceritakan di media sosial oleh pihak tempatnya bekerja, namun FAY hanya mengakui satu orang korban dari perbuatannya yaitu DFR dan mengatakan bahwa DFR tidak bisa dihubungi, padahal yang terjadi adalah sebaliknya. Selain DFR mengetahui ada korban lain di waktu yang berbeda-beda, DFR juga yang selama ini berusaha menghubungi FAY namun tidak mendapat respon sama sekali. Malamnya, manager tersebut mempertemukan DFR dengan FAY tanpa FAY ketahui sebelumnya, sebelum bertemu DFR menggabarkan ke senior yang juga sebagai pendampingnya dari UKM, Y, mengenai rencana tersebut.
Di tempat pertemuan, ternyata Y datang dan mengajak beberapa senior UKM berjenis kelamin laki-laki dan ketua UKM tanpa sepengetahuan DFR. Di pertemuan tersebut dibuat perjanjian antara DFR dan FAY agar FAY meminta maaf secara langsung kepada korban lainnya dan mengganti rugi biaya yang harus dikeluarkan DFR karena kejadian tersebut, namun saat itu baru perjanjian secara lisan dan baru direncanakan membuat perjanjian secara tertulis di waktu lain yaitu 29 Juni, namun tidak jadi, sampai artikel ini terbit belum ada perjanjian secara tertulis antara DFR dan FAY. Bahwa setelah pertemuan tersbut FAY sering memonitoring dan berkomunikasi dengan DFR, hal ini dikarenakan permintaan dari manager tempatnya bekerja dan senior-senior yang datang hari itu.
Tidak tuntasnya penanganan pelecahan seksual yang dialami dan melihat FAY yang masih dapat berkeliaran dengan bebas membuat DFR akhirnya pada tanggal 11 Mei mengisi gform pengaduan satgas PPKS Unnes dan dikonfirmasi melalui whatsapp, namun update dari satgas berhenti atau tidak lagi membalas pesan sejak 16 Mei ketika DFR mengatakan membutuhkan konsultasi dengan satgas mengenai sanksi, namun satgas kembali merespon melalui whatsapp 5 Juni ketika kasus mulai ramai dibacarakan (sebelum postingan terakhir) dengan mengirimkan surat pertemuan dan tanggal 7 Juni dilakukan pertemuan secara langsung dengan DFR. Selama pelaporan dan proses lainnya, termasuk keperluan berkas-berkas, didampingi dan dibantu tim pendamping UKM. Awalnya DFR ingin FAY mendapat sanksi DO dari kampus, namun keluarga FAY, utamanya ibunya, menghubungi DFR dan memohon agar tidak meminta FAY untuk di DO karena perbuatannya, sehingga DFR masih menimbang-nimbang sanksi apa yang pantas FAY dapatkan.
Selanjutnya, hasil dari pertemuan dengan satgas, pada tanggal 12 Juli satgas PPKS Unnes (satu hari setelah viral postingan terakhir) melalui instangramnya melakukan press release mengenai penanganan pelecehan seksual yang dialmi DFR dan dituliskan dalam poin 2 bahwa kesimpulan dan rekomendasi akan diberikan kepada pimpinan Universitas Negeri Semarang pada 13 Juli, namun terakhir tanggal 21 Juli DFR menghubungi Satgas mendapat balasan bahwa belum mendapat putusan dari pimpinan, sehingga sampai artikel ini diterbitkan DFR belum mendapat kabar lebih lanjut dari Satgas. Kemudian, esoknya pada tanggal 13 Juli sekitar pukul 00.30 dimana waktu tersebut merupakan waktu untuk istirahat, UKM melalui instagramnya melakukan press release mengenai pelecehan seksual yang terjadi dan menyebutkan 4 poin dan selang beberapa jam, komentar untuk postingan tersebut dibatasi.
DFR membantah beberapa poin dari press release UKM, di antaranya ialah; poin 1 mengenai sanksi berat yang diberikan kepada FAY, menurut DFR pemecatan secara diam-diam bukanlah sanksi yang berat; poin 2, mengenai pendampingan spiritual dan psikiater kepada korban, memang benar DFR mendapat pendampingan sebagai korban, namun hal ini tidak terjadi kepada korban yang lain; poin 4, mengenai pengangkatan DFR sebagai ketua tim ekspedisi Sulawesi 2023 sama sekali tidak membuatnya merasa didukung untuk berkegiatan positif atau berguna untuk dirinya.
—
MA (inisial), seorang saksi tidak langsung, salah satu anggota UKM yang berada di tempat kejadian pelecahan oleh FAY teerhadap DFR. Ketika kejadian terjadi, MA masih tertidur kemudian ketika sudah bangun ia melihat DFR sudah terbangun dengan wajah pucat dan syok, DFR menyolek-nyolek MA namun tidak menceritakan apa yang terjadi karena tidak berani untuk menceritakan secara langsung dan akhirnya melalui chat ia berkata “(memanggil nama saksi), gw mau ngomong”. Saat itu MA masih melihat FAY berada di dalam kontrakan dan bersikap biasa saja, tidak ada perilaku mencurigakan FAY kepada DFR.
F (inisial), saksi lain yang diceritakan kejadian oleh DFR, pernah diminta kesaksian sebelum sidang FAY, namun ketika UKM memanggil DFR sebagai korban pelecehan seksual oleh FAY, F tidak diperbolehkan untuk ikut. Oleh karenanya, atas inisiatif F dibuatlah surat pernyataan saksi sebagaimana yang tersebar di media sosial untuk mencegah DFR dipojokkan sebagai dukungan bahwa memang benar terjadi pelecehan seksual terhadap DFR.