by Rifqi Syahman Azzam
Inflasi Indonesia pada Agustus 2025 tercatat 2,31% secara tahunan, dan Bank Indonesia menegaskan angka ini masih berada dalam target 2,5 ยฑ 1% sehingga dianggap terkendali (IDNFinancials, 2025). Meski begitu, masyarakat tetap merasakan harga kebutuhan pokok semakin memberatkan, terutama beras, gula, dan minyak goreng (Suara Utama, 2025). Perbedaan antara angka resmi dan pengalaman sehari-hari ini membuat banyak orang merasa isi dompetnya cepat terkuras meskipun catatan inflasi menunjukkan kestabilan.Kontan bahkan mencatat bahwa harga barang di rumah tangga sering kali terasa mahal meskipun inflasi rendah (Kontan, 2024). Kondisi seperti ini menggambarkan bahwa stabilitas makroekonomi belum sepenuhnya menjawab keresahan masyarakat yang setiap hari harus berhadapan langsung dengan biaya hidup.
Stabilitas inflasi yang rendah sering dianggap menandakan daya beli masyarakat relatif terjaga karena harga barang dan jasa naik perlahan. Penelitian menunjukkan bahwa inflasi rendah dan stabil mendukung pertumbuhan ekonomi, selama kenaikan harga tidak berlebihan (Cili & Alkhaliq, 2022). Namun, rumah tangga berpendapatan rendah tetap merasakan tekanan karena harga kebutuhan pokok sering naik lebih cepat daripada pendapatan mereka. Di pasar sehari-hari, beras, gula, dan minyak goreng kerap mengalami kenaikan, sehingga warga merasa biaya hidup semakin berat (Aisyah et al., 2025). Hal ini memperlihatkan bahwa stabilitas makroekonomi saja belum cukup menjamin kesejahteraan langsung di tingkat rumah tangga.
Meskipun inflasi resmi tercatat rendah, banyak konsumen melaporkan bahwa daya beli mereka terasa menurun dan harga kebutuhan pokok terasa berat (Campaign Indonesia, 2025). Kepercayaan konsumen yang menurun menunjukkan bahwa pengalaman sehari-hari sering berbeda dengan angka makroekonomi yang stabil. Harga beras, gula, dan minyak goreng yang terus bergerak membuat rumah tangga merasa belanja semakin menantang. Perbedaan ini memperlihatkan bahwa stabilitas inflasi di tingkat nasional tidak selalu dirasakan langsung oleh warga. Dengan demikian, tekanan pada pengeluaran rumah tangga tetap nyata meskipun laporan resmi terlihat tenang.
Survei yang dilakukan oleh GoodNews From Indonesia bersama GoodStats menunjukkan bahwa mayoritas publik Indonesia merasakan kenaikan harga kebutuhan pokok, dengan 55,8% responden mengaku merasakannya sangat signifikan. Selain itu, 33,8% responden mengaku pendapatan rumah tangga mereka menurun selama 6 bulan terakhir (Kontan, 2025). Data survei ini menggambarkan bahwa persepsi masyarakat terhadap harga kebutuhan pokok sering berbeda dengan angka inflasi resmi, sehingga persepsi psikologis terhadap harga menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan belanja rumah tangga.
Perbedaan antara angka inflasi resmi dan persepsi masyarakat tidak hanya memengaruhi psikologi konsumen, tetapi juga berdampak langsung pada perilaku ekonomi sehari-hari. Banyak rumah tangga menahan belanja atau mengurangi konsumsi barang non-pokok karena merasa harga kebutuhan pokok semakin mahal, sehingga pengeluaran lebih terkendali. Dampak ini juga dirasakan oleh UMKM, pedagang kecil, hingga sektor ritel, yang melihat permintaan menurun karena masyarakat lebih berhati-hati dalam membelanjakan uangnya. Selain itu, ketidakselarasan antara data resmi dan pengalaman sehari-hari masyarakat berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap kebijakan ekonomi, karena warga merasa informasi makroekonomi tidak mencerminkan realitas yang mereka alami. Dengan demikian, persepsi harga menjadi faktor penting yang memengaruhi keputusan belanja, pertumbuhan usaha, dan kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah.
Inflasi di Indonesia memang tercatat relatif stabil secara makro, namun tantangan nyata terletak pada bagaimana masyarakat memaknai dan merasakannya dalam kehidupan sehari-hari. Data resmi tentang inflasi perlu dilengkapi dengan komunikasi publik yang menyentuh pengalaman rumah tangga, agar warga dapat memahami fluktuasi harga dan kebijakan ekonomi secara lebih realistis. Penting untuk disadari bahwa inflasi bukan hanya soal angka, tetapi juga soal rasa yang dirasakan langsung oleh rakyat, karena persepsi konsumen memengaruhi pola konsumsi, pertumbuhan UMKM, dan kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Dengan demikian, menjaga keseimbangan antara stabilitas makroekonomi dan pemahaman publik menjadi kunci agar kebijakan inflasi efektif dan dirasakan manfaatnya secara nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S., Daud, A., Mulyanti, D. R., Dewi, G. C., & Harmadi, A. (2025). Analysis of the Effect of Inflation on Purchasing Power in Indonesia. Nomico Journal.
Campaign Indonesia. (2025). Keyakinan konsumen turun drastis: Apa artinya bagi brand dan marketer. https://www.campaignindonesia.id/article/keyakinan-konsumen-turun-drastis-apa-artinya-bagi-brand-dan-marketer/1932013
Cili, M. R., & Alkhaliq, B. (2022). Economic Growth and Inflation: Evidence from Indonesia. Signifikan: Jurnal Ilmu Ekonomi, 11(1), 145-160. https://doi.org/10.15408/sjie.v11i1.19848
IDNFinancials. (2025). Inflasi Agustus 2025 meningkat ke 2,31%, BI: Masih sesuai target. IDNFinancials. https://www.idnfinancials.com/id/news/57005/inflasi-agustus-2025-meningkat-ke-2-31-bi-masih-sesuai-target
Kontan. (2024). Harga barang terasa mahal meski inflasi rendah. Kontan Insight. https://insight.kontan.co.id/news/harga-barang-terasa-mahal-meski-inflasi-rendah
Kontan. (2025). PHK & Kenaikan Harga Sembako Bikin Pening, Survei GoodStats: Optimisme Rakyat Turun. https://nasional.kontan.co.id/news/phk-kenaikan-harga-sembako-bikin-pening-survei-goodstats-optimisme-rakyat-turun
Suara Utama. (2025). Yulianto Kiswocahyono: Inflasi boleh stabil, realita harga di pasar bicara lain. Suara Utama. https://suarautama.id/yulianto-kiswocahyono-inflasi-boleh-stabil-realita-harga-di-pasar-bicara-lain/