Slow Living  : Alternatif Pendekatan Ekonomi Berkelanjutan di Era Konsumsi Berlebihan

Perkembangan zaman yang semakin modern mendorong setiap aktivitas bergerak lebih cepat dan tepat sehingga dapat merubah pola gaya hidup terutama di kalangan generasi kerja. Perubahan serba cepat dan bergeser ke ranah digital dengan adaptasi yang kilat tentunya menuntut generasi kerja untuk melek terhadap adanya perkembangan teknologi. Kalangan generasi z atau gen z dengan rentan tahun lahir 1995—2010 kental terhadap  adanya teknologi karena sedari kecil hidup berdampingan dengan internet dan gadget. Dimana hal tersebut menjadi salah satu faktor kemudahan yang ditonjolkan gen z pada saat memasuki dunia kerja. Adanya teknologi menciptakan peluang pekerjaan baru seperti content creator, desainer grafis, dan copywriter, dan lain – lain. Akan tetapi, memunculkan budaya kerja keras yang dikenal sebagai hustle culture.

Hustle culture yang diartikan bahwa suatu keadaan dimana masyarakat percaya bahwa salah satu kunci kesuksesan terletak pada kerja kerasnya. Oleh karena itu, terdapat pengaruh negatif terhadap hustle culture seperti peningkatan tingkat stres, penurunan kesehatan hingga tekanan mental. Menurut data dari Data Indonesia pada tahun 2022 sebanyak 37,2% generasi z meninggalkan pekerjaan karena kurangnya keseimbangan kerja-hidup, sementara 56,9% beralasan jam kerja yang tidak teratur.

Selanjutnya, terdapat beberapa faktor yang mendukung pergeseran pola budaya meliputi toxic productivity yang berarti kondisi tekanan untuk selalu produktif terhadap segala pekerjaan, tuntutan sosial dari lingkungan sekitar, dan tingginya rasa tanggung jawab untuk menyelesaikan suatu pekerjaan secara cepat. Selain itu, pola konsumsi terhadap beberapa kebutuhan baik primer hingga tersier juga dapat memengaruhi gaya hidup. Adanya peningkatan konsumsi akan mendorong kerja keras seseorang dalam berkeja. Hal tersebut dapat dikategorikan sebagai fenomena yang termasuk dalam hustle culture. Pola konsumsi yang berlebihan tentunya dapat berdampak buruk terhadap lingkungan seperti peningkatan konsumsi terhadap pakaian akan meningkatkan peningkatan fast fashion karena perusahaan akan lebih mengutamakan untuk memproduksi berbagai macam pakaian tanpa memperdulikan kenyamanan dan kualitas bahan baku tinggi. Pada tahun 2019 Indonesia menghasilkan 2,3 juta ton limbah yang diasumsikan sebanyak 90 juta orang Indonesia dapat menjadi konsumen dan diproyeksikan akan terus meningkat sebesar 68% atau sekitar 3,5 juta ton pada tahun 2030. Kemdian dapat dihasilkan limbah tekstil sebanyak 2,3 juta ton. Tentunya hal tersebut dapat berakibat pada tingkat kesejahteraan masyarakat dimana semakin meningkatnya konsumsi maka pengorbanana dan beban kerja akan menumpuk dan semakin besar. Dengan demikian, perlu adanya perubahan gaya hidup baru salah satunya yaitu slow living.

            Slow living adalah gaya hidup yang mengedepanan ritme yang terkesan tidak buru – buru. Fenomena yang diimplementasikan sekarang yang berkorelasi dengan budaya hustle culture dapat mengakibatkan berbagai permasalahan, salah satunya psikologis. Oleh karena itu, slow living hadir menjadi salah satu alternatif pencegahan hal tersebut. Slow living memiliki tiga penekanan, yaitu pertama kesadaran akan hubungan timbal balik atas semua aktivitas yang akan dan sedang dilakukan, kedua kesederhanaan dimana dalam pendekatan ini segala sesuatu harus dipertimbangkan secara matang agar kebermanfaatan selalu menyeluruh berdampingan, dan yang ketiga pengurangan konsumsi berlebihan dengan selalu memikirkan dampak atas langkah yang akan diambil. Perubahan pola konsumsi ke arah yang lebih baik berdampak langsung pada efisiensi sumber daya, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Adanya pengimplementasi slow living dalam kehidupan sehari – hari tidak hanya memberikan dampak terhadap diri sendiri, tetapi juga dalam lingkungan yang lebih luas. Salah satu contohnya seperti masyarakat yang memiliki prinsip untuk mengonsumsi pakaian berkelanjutan atau sustainable fashion turut berkontribusi pada pengurangan limbah tekstil. Selain itu, slow living dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dengan menekankan keseimbangan antara produktivitas dan kualitas hidup sehingga meminimalisir terjadinya permasalahan psikologis. Dengan demikian, hustle culture dapat diminimalisir dengan berpegang pada konsep slow living.

Daftar Pustaka :

Aziz, K. S., & Abdhy Aulia Adnans. (2023). The Effect of Hustle Culture on Job Satisfaction Among Startup Workers in Indonesia. Psikologia: Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Psikologi, 18(2), 140–147. https://doi.org/10.32734/psikologia.v18i2.12086

Debora, E., & Perangin, C. (2024). PENGARUH HUSTLE CULTURE TERHADAP WORK LIFE BALANCE PADA KARYAWAN INDOPRO EVENT ORGANIZER MEDAN SKRIPSI OLEH : PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA MEDAN PENGARUH HUSTLE CULTURE TERHADAP WORK LIFE BALANCE PADA KARYAWAN INDOPRO EVENT SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Medan Area Oleh : EZRA DEBORA CHRISTIANA PERANGIN ANGIN.

Dhaniswari, N. M. P., & Sudarnice, S. (2024). Pengaruh Work-Life Balance dan Burnout terhadap Kinerja Karyawan Gen Z di Kota Denpasar. ASSET: Jurnal Manajemen Dan Bisnis, 7(1). https://doi.org/10.24269/asset.v7i1.8910

Francis, T., & Hoefel, F. (2018). “True Gen”: Generation Z and its implications for companies. McKinsey & Company, 10. https://www.mckinsey.com/~/media/McKinsey/Industries/Consumer Packaged Goods/Our Insights/True Gen Generation Z and its implications for companies/Generation-Z-and-its-implication-for-companies.ashx

Juliyanto, D., & Firmansyah, A. (2024). Menuju Sustainable Fashion: Rencana Aksi Untuk Mengatasi Dampak Negatif Fast Fashion. Journal of Law, Administration, and Social Science, 4(3), 352–362. https://doi.org/10.54957/jolas.v4i3.669

Jyoti Singh, & Shefali Bansal. (2024). The impact of the fashion industry on the climate and ecology. World Journal of Advanced Research and Reviews, 21(1), 210–215. https://doi.org/10.30574/wjarr.2024.21.1.2610

Kornelis, Y. (2022). Fenomena Industri Fast Fashion: Kajian Hukum Perspektif Kekayaan Intelektual Indonesia. Jurnal Komunitas Yustisia, 5(1), 262–277. https://doi.org/10.23887/jatayu.v5i1.46040

Larasati, A. K., Novitasari, D., Pinandita, P. H., & Darusancia, A. (2023). Literaksi : Jurnal Manajemen Pendidikan Slow Living : Hidup Bukanlah Pelarian tapi Perjalanan. 01(01), 343–348.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *