Waspada Jurnal Predator: Apakah jurnal terindeks Scopus sudah pasti bagus?

Penulis: Yudha Pramudhita

Surat edaran Kemenristek DIKTI No. B/323/B.B1/SE/2019 mengindikasikan bahwa publikasi ilmiah menjadi hal yang penting di dunia akademisi. Banyak alasan yang menjadikan publikasi ilmiah menjadi suatu hal yang penting. Bagi dosen menerbitkan artikel jurnal nasional terakreditasi atau jurnal internasional bereputasi merupakan kewajiban yang menjadi salah satu syarat dalam mendapatkan tunjangan profesi, sebagaimana yang telah diatur dalam Permen Ristekdikti No. 20 tahun 2017. Dan lagi, bagi dosen yang ingin naik jabatan dari letkol kepala ke profesor juga terdapat syarat publikasi di jurnal internasional terindeks Scopus atau Web of Science.

Tidak hanya dosen, mahasiswa akhir umumnya diwajibkan untuk mempublikasi hasil skripsi, tesis, atau disertasinya dalam bentuk artikel jurnal sebagai syarat kelulusan, karena publikasi ilmiah merupakan medium dalam mengomunikasikan penemuan, memperluas pemahaman, dan memajukan pengetahuan di bidang mereka (Astuti & Isharijadi, 2019). Tidak hanya itu publikasi ilmiah juga menjadi salah satu penilaian dalam akreditasi program studi maupun universitas (Purwanto et al., 2021; Rawat & Meena, 2014). Namun, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Machรกฤek & Srholec (2022) menyebutkan bahwa Indonesia menempati posisi kedua setelah Kazakhstan sebagai negara yang menyumbang artikel jurnal-jurnal terindikasi โ€predatorโ€ selama tahun 2015-2017.

Istilah โ€jurnal predatorโ€ merujuk pada jurnal yang dalam proses penerbitannya tidak melalui proses peer review (tinjauan sejawat) yang ketat maupun proses penyuntingan dengan baik dan benar. Maka tidak heran jika nantinya peneliti akan dibebankan biaya publikasi yang tinggi dengan iming-iming janji manuskrip akan diterbitkan dengan segera tanpa revisi (Astuti & Isharijadi, 2019b). Hal ini tentu kurang memenuhi kaidah integritas akademik dan menurunkan kualitas publikasi.

Hal ini menunjukkan jika masalah publikasi di Indonesia terjebak pada tirani matriks, dimana umumnya masih banyak yang mementingkan kuantitas dibandingkan dengan kualitas. Tirani matriks ini diperburuk dengan tidak adanya kultur akademis yang mendukung terbitnya publikasi-publikasi yang berkualitas.

Dalam dunia akademisi, penting bagi para peneliti, dosen, maupun mahasiswa untuk mengetahui dan menghindari jurnal-jurnal semacam itu agar reputasi dan integritas penulisnya tetap terjaga.

Lalu bagaimana kita dapat mengetahui jika jurnal tersebut tergolong jurnal predator? Untuk dapat mengetahuinya, secara umum jurnal predator memiliki ciri-ciri seperti berikut:

  • Peer review yang kurang ketat, jurnal predator sering kali mengklaim memiliki proses peer review (tinjauan sejawat), tetapi hanya melakukan peer review yang sah minimal atau tidak sama sekali (Elmore & Weston, 2020)
  • Ajakan yang agresif, akademisi biasanya dicecar dengan email yang tidak dikenal yang meminta pengiriman atau menawarkan penerbitan cepat dengan biaya tertentu (Gurnani & Kaur, 2022)
  • Standar publikasi yang rendah atau bahkan tidak ada, jurnal-jurnal ini biasanya menerima artikel yang kualitasnya buruk atau bahkan tidak masuk akal tanpa pemeriksaan yang tepat. Jurnal predator menerima artikel dengan pemeriksaan minimal, terlepas dari kualitas atau relevansinya.
  • Informasi yang salah atau menyesatkan, jurnal predator mungkin salah menggambarkan faktor dampak, indeksasi, atau anggota dewan editorialnya agar tampak kredibel.
  • Biaya publikasi tinggi, purnal predator mengenakan biaya setinggi selangit, terkadang tanpa menyediakan layanan yang dijanjikan atau penyebaran penelitian yang tepat.

Langkah yang mungkin dapat dipersiapkan jika ingin menerbitkan jurnal agar terhindar dari jurnal predator, antara lain:

  1. Cari tahu background jurnal dan kualitas jurnal

Menurut Silver et al. (2010), kriteria utama jurnal berkualitas adalah fokus yang tajam pada suatu bidang tertentu. Fokus ini memungkinkan analisis yang lebih mendalam dan pemeliharaan standar ilmiah yang tinggi. Jurnal dengan cakupan topik yang terlalu luas cenderung menghasilkan penelitian yang kurang mendalam dan kurang relevan. Oleh karena itu, penting bagi peneliti untuk menargetkan jurnal yang konsisten dengan disiplin dan area keahlian mereka, karena ini meningkatkan relevansi dan dampak penelitian mereka.

  1. Jangan berfokus pada kuantitas dan indeks

BRIN (2021) melaporkan tren peningkatan jumlah publikasi peneliti Indonesia, yang mana ini berarti sejalan dengan kebijakan Permen Ristekdikti tahun 2017. Namun perkembangan ilmu pengetahuan bukan hanya soal kuantitas publikasi, melainkan kontribusi terhadap pemecahan masalah. Contoh nyata dari penelitian yang telah dilakukan Wagner et al. (2015), mengungkapkan bahwa para peraih nobel di bidang fisiologi atau kedokteran cenderung menghasilkan publikasi ilmiah dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan rekan sejawat mereka. Temuan ini mengindikasikan bahwa kuantitas publikasi tidak berkorelasi langsung dengan kontribusi signifikan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, kurang tepat jika mengukur peforma seorang akademisi semata-mata berdasarkan jumlah publikasinya.

Permen Ristekdikti 2017, dengan menitikberatkan pada publikasi di jurnal terindeks Scopus atau Web of Science, telah menjadi problematik. Kebijakan ini seolah-olah menomorduakan kualitas penelitian dan mengutamakan kuantitas publikasi di jurnal-jurnal tertentu, yang belum tentu mencerminkan kualitas sebenarnya dari sebuah penelitian. Kebijakan Permen Ristekdikti tahun 2017 menjadi semakin permasalahan baru ketika dipadukan dengan keharusan publikasi di jurnal terindeks oleh lembaga tertentu, seperti Scopus dan Web of Science, yang kemudian dijadikan sebagai satu-satunya tolok ukur kualitas penelitian. Seolah-olah, jika terbit di jurnal terindeks Scopus, apalagi Q1, sebuah artikel sudah pasti bagus.

Padahal indeks Scopus yang sering dianggap sebagai acuan utama, ternyata tak luput dari kehadiran jurnal predator (Machรกฤek & Srholec, 2022; Purwanto et al., 2021). Ini berarti, artikel yang terbit di jurnal terindeks Scopus belum tentu bagus. Sebaliknya, artikel yang terbit di jurnal tidak terindeks Scopus belum tentu buruk. Kehadiran jurnal predator di Scopus menggarisbawahi pentingnya kejelian dalam memilih jurnal untuk publikasi. Alih-alih terpaku pada label Scopus, coba lihat lebih dalam lagi soal kredibilitas dan spesialisasi jurnal tersebut.

  1. Amati prosesnya

Sejak awal para akademisi setidaknya melakukan pengamatan kritis, mulai dari mempertimbangkan biaya publikasinya dan memastikan bahwa biaya yang dikeluarkan sepadan dengan layanan yang ditawarkan. Di tengah maraknya jurnal-jurnal predator yang lebih mengutamakan profitabilitas daripada integritas akademis, penting bagi para akademisi untuk memahami perbedaan mendasar antara proses tinjauan (review) yang kredibel dan yang tidak.

Jurnal predator sering kali menawarkan jalur cepat menuju publikasi, namun proses review yang benar dan valid tidaklah instan sebagaimana yang disebutkan Gonzalez et al. (2022). Waktu yang diperlukan dan jumlah review ini memang berbeda-beda di setiap bidang ilmu (Petrou, 2022). Dari pengamatan penulis, riset-riset empiris biasanya memerlukan waktu antara tiga bulan hingga satu tahun untuk proses review standar dari sejak artikel dikirimkan hingga publikasi.

Meningkatkan kesadaran, melakukan praktik publikasi ilmiah yang bertanggung jawab, dan mendorong penilaian kritis terhadap kredibilitas jurnal merupakan langkah penting untuk menjaga integritas di dunia akademisi. Penerbitan di jurnal predator dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi peneliti, termasuk kerusakan reputasi, masalah kredibilitas dengan publikasi mereka, dan potensi kerugian bagi komunitas ilmiah karena penyebaran informasi yang tidak dapat diandalkan atau tidak terverifikasi.

Referensi:

Astuti, E., & Isharijadi, I. (2019a). Pengenalan open journal system (OJS) untuk publikasi ilmiah mahasiswa. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat, 4(4), 409โ€“414.

Astuti, E., & Isharijadi, I. (2019b). Pengenalan open journal system (OJS) untuk publikasi ilmiah mahasiswa. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat, 4(4), 409โ€“414.

BRIN. (2021). Meningkatkan Kualitas Publikasi Ilmiah yang Beretika untuk Indonesia Berdaya Saing (S. Nurmaini, Ed.). BRIN.

Elmore, S. A., & Weston, E. H. (2020). Predatory journals: what they are and how to avoid them. Toxicologic Pathology, 48(4), 607โ€“610.

Gonzalez, P., Wilson, G., & Purvis, A. (2022). Peer review in academic publishing: Challenges in achieving the gold standard. Journal of University Teaching and Learning Practice, 19(5).

Gurnani, B., & Kaur, K. (2022). Predatory journals: The dark side of publications. Indian Journal of Ophthalmology, 70(8), 3144โ€“3145.

Machรกฤek, V., & Srholec, M. (2022). Predatory publishing in Scopus: Evidence on cross-country differences. Quantitative Science Studies, 3(3), 859โ€“887. https://doi.org/10.1162/qss_a_00213

Peraturan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2017 Tentang Pemberian Tunjangan Profesi Dosen Dan Tunjangan Kehormatan Profesor (2017).

Petrou, C. (2022, November 8). Guest Post โ€“ Publishing Fast and Slow: A Review of Publishing Speed in the Last Decade.

Purwanto, A., Asbari, M., & Julyanto, O. (2021). Pelatihan Publikasi di Jurnal International Bereputasi Pada Dosen Universitas Faletehan. Journal of Community Service and Engagement, 1(01), 18โ€“24.

Rawat, S., & Meena, S. (2014). Publish or perish: Where are we heading? Journal of Research in Medical Sciences: The Official Journal of Isfahan University of Medical Sciences, 19(2), 87.

Silver, P., Steinman, A. D., & Polls, I. (2010). The role of a discipline-specific journal in scientific discovery. Journal of the North American Benthological Society, 29(1), 1โ€“11. https://doi.org/10.1899/09-156.1

Wagner, C. S., Horlings, E., Whetsell, T. A., Mattsson, P., & Nordqvist, K. (2015). Do Nobel Laureates Create Prize-Winning Networks? An Analysis of Collaborative Research in Physiology or Medicine. PLOS ONE, 10(7), e0134164-. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0134164


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *