Oleh : Rahma Puspita Rahayu
Email : [email protected]
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia merupakan industri strategis yang mempunyai peran penting dalam perekonomian. Selama ini, industri TPT berperan dalam mendorong peningkatan pendapatan masyarakat, ekspor non migas, devisa negara, menyerap tenaga kerja serta menciptakan lapangan pekerjaan. Industri TPT juga merupakan industri yang mendukung pemenuhan kebutuhan sandang nasional (Tida, 2019). Pada tahun 2014 Indonesia merupakan negara pengekspor tekstil dengan market share sebesar 1,5% di bawah negara Vietnam dengan market share sebesar 1,6%. Selain itu, Indonesia juga menjadi pengekspor produk pakaian jadi terbesar dengan market share sebesar 1,6% dimana posisi ini ternyata juga masih di bawah Vietnam dengan market share sebesar 3,9% (World Trade Organization, 2016).
Berdasarkan data dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) pada tahun 2015, jumlah pabrik tekstil Indonesia mengalami kenaikan sebesar 30 unit pabrik tekstil yang baru berdiri dari yang awalnya hanya 2.886 pabrik menjadi 2.916 pabrik. Namun, pada tahun 2024 industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia mengalami goncangan yang dahsyat yang ditandai dengan terjadinya PHK massal serta penutupan puluhan pabrik tekstil nasional. Asosiasi Pertekstilan Indonesia mencatat bahwa sepanjang tahun 2023 tercatat 7.200 pekerja di sentra industri TPT terkena PHK. Kemudian pada Januari hingga Maret 2024 total karyawan pabrik tekstil yang terkenai PHK mencapai 10.800 pekerja. Hal ini dapat diartikan bahwasanya pada kuarta I tahun 2024 terjadi kenaikan jumlah PHK sebesar 3.600 tenaga kerja atau jika dipresentasekan mencapai 66,67% jika dibandingkan dengan tahun lalu dalam periode yang sama.
Akan tetapi, fakta ini justru berkebalikan dengan data dari Badan Pusat Statistik. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik subsektor industri tekstil dan pakaian jadi tumbuh 2,64% (yoy) pada triwulan 1 2024 sementara itu, pada periode yang sama permintaan luar negeri untuk produk tekstil dan pakaian jadi juga mengalami peningkatan volume yaitu sebesar 7,34% (yoy) untuk produk tekstil dan 3,08% (yoy) untuk pakaian jadi.
Lantas apakah yang menjadi penyebab dari terpuruknya Industri tekstil Indonesia hingga berakibat pada terjadinya gelombang PHK?
- Lesunya Ekspor dan Permintaan Domestik Terhadap Industri Tekstil
Lesunya ekspor dan permintaan domestik merupakan salah satu pemicu terjadinya gelombang PHK. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik kinerja ekspor industri tekstil di awal tahun 2024 ini memang cenderung melemah. Pada kuartal I 2024 nilai ekspor industri tekstil nasional mencapai US$ 913,84 juta, dimana mengalami penurunan sebesar 2,14% dibandingkan kuartal I tahun lalu (yoy). Namun, penurunan kinerja tidak terjadi secara merata di semua subsektor. Subsektor industri tektil yang mengalami pelemahan pada kuartal I 2024 ini hanya terjadi pada industri kain tenun, benang pintal, dan barang tekstil lainnya.
Sementara itu, subsektor lain seperti sutra, serat stapel buatan, serat tekstil, kain rajutan, kain sulam/bordir, dan serat/benang/strip filamen buatan justru menguat. Berikut adalah rinciannya:
Nilai Ekspor Melemah :
- Kain tenun turun sebesar 9,11% (yoy)
- Benang pintal turun sebesar 12,89% (yoy)
- Barang tekstil lain turun sebesar 7,3% (yoy)
Nilai Ekspor Menguat :
- Sutra mengalami kenaikan sebesar 186,53% (yoy)
- Serat stapel buatan mengalami kenaikan sebesar 15,05% (yoy)
- Serat tekstil mengalami kenaikan sebesar 5,99% (yoy)
- Kain rajutan mengalami kenaikan sebesar 29,22% (yoy)
- Kain sulam/bordir mengalami kenaikan sebesar 16,8% (yoy)
- Serat/benang/strip filamen buatan mengalami kenaikan sebesar 15,62% (yoy)
![](https://sites.unnes.ac.id/kimefe/wp-content/uploads/sites/2/2024/07/gambar-1-1.png)
Gambar 1
Nilai Ekspor Industri Tekstil Indonesia per Kuartal I (2023-2024)
Sumber : Badan Pusat Statistik (2024), diolah penulis
- Membanjirnya Produk Impor
Membanjirnya produk impor ilegal maupun produk impor legal yang di dukung oleh praktik dumping membuat produsen lokal sulit bertahan. Harga barang-barang impor yang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan harga domestik membuat para pelaku industri TPT kalah saing. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ribuan ton pakaian impor masuk ke Indonesia setiap bulannya. Impor ini tercatat dengan sistem kode, dimana kode HS 61 (pakaian dan aksesori rajutan) dan kode HS 62 (pakaian dan aksesori bukan rajutan). Selama periode Januari 2020 hingga April 2024, volume impor pakaian kode HS 61 rata-rata mencapai 2,23 ribu ton/bulan. Kemudian dalam periode yang sama, volume impor pakaian kode HS 62 rata-ratanya 2,05 ribu ton/bulan.
Pada Januari 2024 tercatat nilai impor pakaian dan aksesori rajutan (HS 61) ke Indonesia sebesar US$ 12,26 juta lalu pada bulan Februari 2024 mengalami kenaikan menjadi US$ 20,87 juta dan Maret 2024 nilainya mengalami kenikan kembali menjadi US$ 23,98 juta. Secara kumulatif, pada Januari-Maret 2024 impor pakaian dan aksesori rajutan ke Indonesia paling banyak dipasok dari China dengan presentase sebesar 38,76%. Kemudian impor pakaian dari Vietnam sebesar 13,99%, Bangladesh 10,36%, dan Turki 5,02%, dan sisanya yakni sebesar 31,86% merupakan porsi gabungan dari impor negara-negara lainnya.
![](https://sites.unnes.ac.id/kimefe/wp-content/uploads/sites/2/2024/07/gambar-2-1.png)
Gambar 2
Presentase Impor Pakaian dan Aksesori Rajutan Menurut Negara Asal (Januari-Maret 2024)
Sumber : databoks, (2024)
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) meminta Kementerian Perdagangan untuk mencabut aturan yang memudahkan impor terkhususnya Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Hal ini dikarenakan Permendag tersebut mencabut syarat pertimbangan teknis (pertek) untuk beberapa produk, sehingga pakaian impor lebih mudah masuk ke Indonesia.
Kemudian pemerintah dan stakehoulder terkait juga harus segera mengambil tindakan agar permasalahan dalam industri TPT ini dapat menemukan solusi yang tepat sehingga gelombang PHK massal dapat mengalami penurunan dan angka pengangguran di Indonesia tidak mengalami peningkatan yang signifikan.
Daftar Pustaka
Tida, N. (2019). Analisis Komparasi Kinerja Keuangan Perusahaan Tekstil Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Sebelum dan Sesudah Pengumuman Masyarakat Ekonomi ASEAN . Jurnal Riset Bisnis Dan Manajemen, 7(4), 323โ338.
World Trade Organization. (2016). World Trade Statistical Review 2016.