Oleh Nayla Azhara Syafitri
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak peristiwa besar yang memengaruhi perekonomian dunia mulai dari pandemi Covid-19, perang antarnegara, hingga kekhawatiran terhadap resesi. Para ahli ekonom juga menyatakan akan terjadi Great Depression pada tahun 2030. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Sri Mulyani yang menganjurkan untuk waspada terhadap krisis ekonomi global. Situasi seperti ini bukan hanya memengaruhi respons investor profesional, tetapi juga memengaruhi strategi masyarakat dalam mengelola keuangan mereka agar tetap aman dan tumbuh.
Di tengah ketidakpastian tersebut, terdapat investasi yang menjadi bahan pertimbangan serius yaitu emas dan crypto. Emas dapat menjadi salah satu safe haven saat menghadapi pasar yang besar (Urquhart & Zhang, 2019). Pada tahun 2008 krisis perekonomian turut dirasakan oleh Indonesia. Namun, harga emas mampu bertahan bahkan mengalami kenaikan menjadi US$ 1.800 per ons. Tidak hanya itu, pada tahun 2021 dampak pandemi Covid-19 yang menghambat perekonomian global membuat harga emas kembali melonjak hingga mencapai US$ 1.985 per ons. Hal tersebut menunjukkan bahwa emas merupakan instrumen investasi yang aman di tengah krisis ekonomi global.
Namun, di tengah keunggulannya emas memiliki beberapa kelemahan di antaranya yaitu emas dapat mengalami fluktuatif dalam jangka pendek. Apabila kenaikan harga emas bersifat sementara dan diikuti penurunan setelahnya, maka pembelian emas pada saat harga tinggi dapat berpotensi menyebabkan kerugian karena adanya selisih antara harga beli dan harga jual. Selain itu, emas fisik juga tidak praktis untuk transaksi harian serta harus menyiapkan tempat yang dinilai aman dari risiko kerusakan dan kehilangan.
Sementara itu, bitcoin dan aset crypto lainnya saat ini juga semakin banyak diperbincangkan, terutama oleh generasi muda. Perkembangan teknologi finansial menjadi salah satu faktor utama yang mendorong peningkatan adopsi aset digital di kalangan masyarakat. Berdasarkan data dari Bappebti dan Katadata per September 2024, lebih dari 60 % pengguna crypto berada di rentang usia 18 -30 tahun. Tercatat volume transaksi bitcoin mencapai Rp 32,45 triliun, sementara jumlah penggunanya mencapai 21,3 juta orang. Bahkan hingga Maret 2025, nilai transaksi masih stabil di angka Rp 32,45 triliun. Tren positif ini juga terlihat dari harga bitcoin, yang pada Mei 2025 sempat menembus angka US$ 102.505, di mana mengalami kenaikan sekitar 20% hanya dalam waktu 1 bulan. Data lainnya juga menunjukkan, jumlah pengguna crypto Indonesia pada April 2025 mencapai 14,16 juta orang, dengan total nilai transaksi sebesar Rp 35,61 triliun. Menurut proyeksi dari Statista, jumlah investor dalam negeri diperkirakan akan naik hingga 28,65 juta orang pada akhir tahun 2025. Kondisi ini juga diperkuat dengan platform dalam negeri seperti, Pintu dan Tokocrypto, serta adanya dukungan dari OJK.
Namun, dibalik peningkatan popularitas itu, aset crypto tetap memiliki kelemahan yang tidak bisa diabaikan. Salah satu yang paling krusial adalah sifatnya yang fluktuatif serta harga bitcoin yang bisa berubah drastis dalam waktu singkat. Hal ini dapat berisiko tinggi bagi investor pemula. Selain itu, rendahnya literasi keuangan dikalangan masyarakat, khususnya generasi muda, sering kali menyebabkan keputusan investasi yang spekulatif dan tidak rasional. Di sisi lain, kebijakan perpajakan di Indonesia juga menjadi pertimbangan karena masih menerapkan skema perpajakan ganda terhadap transaksi crypto.
Dari kedua instrumen yang disebutkan, masing-masing mempunyai analisis dan pendapat yang berbeda antar masyarakat. Ada yang mengandalkan emas untuk kestabilan, dan ada juga yang mulai mencoba bitcoin sebagai alternatif investasi yang lebih modern. Cara pandang ini mencerminkan bahwa orang Indonesia semakin sadar bahwa investasi bukan soal ikut tren, tetapi soal bagaimana menyusun strategi keuangan yang sesuai kebutuhan dan kondisi.
Dengan memahami kedua aset ini secara menyeluruh, masyarakat menjadi lebih bijak dalam memilih strategi keuangan, terutama saat situasi ekonomi sedang tidak menentu. Tidak ada satu aset yang paling benar karena yang terpenting adalah bagaimana menyusun portofolio yang sesuai dengan tujuan, kemampuan, dan kesiapan menghadapi risiko. Hal ini selaras dengan tujuan utama investasi yaitu tidak hanya sekadar mencari keuntungan, tetapi juga soal bertahan dan beradaptasi dengan perubahan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Arini, Shafira Cendra. (2025, Juni 13). โWanti-wanti Sri Mulyani soal krisis perekonomian globalโ. Diakses pada 12 Juli 2025, dari https://www.detik.com/bali/berita/d-7963502/wanti-wanti-sri-mulyani-soal-krisis-perekonomian-global
Fauziyah, Dilla. (2025, Juni 3). โTransaksi Kripto Indonesia Tembus Rp35,61 Triliun Hingga April 2025โ. Diakses pada 13 Juli 2025, dari https://coinvestasi.com/berita/transaksi-kripto-indonesia-pada-april-2025
Lyman, Cornelia. (2025, April 25). โHarga Emas dari Tahun ke Tahun, 1970 Hingga Sekarang. Berapa Kenaikannya?โ. Diakses pada 14 Juli 2025, dari https://pintu.co.id/blog/harga-emas-dari-tahun-ke-tahun
Pratomo, Gagas Yudo. (2025, Mei 20). “Transaksi Kripto RI Sentuh Rp 32 Triliun, Optimisme Bitcoin Jadi Pendorong Utama”. Diakses pada 14 Juli 2025, dari https://www.liputan6.com/crypto/read/6027309/transaksi-kripto-ri-sentuh-rp-32-triliun-optimisme-bitcoin-jadi-pendorong-utama
Rizki, Mochamad Januar. (2025, Februari 11). โInvestor Kripto Indonesia 3 Besar Dunia! OJK Perketat Pengawasanโ. Diakses pada 12 Juli 2025, dari https://www.hukumonline.com/berita/a/investor-kripto-indonesia-3-besar-dunia-ojk-perketat-pengawasan-lt67ab385fdfd68/
Urquhart, A., & Zhang, H. (2019). Is Bitcoin a hedge or safe haven for currencies? An Intraday analysis. International Review of Financial Analysis, 63, 49โ57.https://doi.org/10.1016/j.irfa.2019.02.009
Widowati, Hari. (2024, Oktober 31). โLebih dari 60% Investor Kripto di Indonesia Berusia di Bawah 30 Tahunโ. Diakses pada 12 Juli 2025, dari https://katadata.co.id/finansial/keuangan/672305ed171d5/lebih-dari-60-investor-kripto-di-indonesia-berusia-di-bawah-30-tahun