Dampak Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai 12% Terhadap Tingkat Konsumsi Masyarakat Indonesia

Oleh: Catur Febri Firmansyah

Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar negara untuk pembagnunan nasional dalam mendorong pertumbuhan eknomi dan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Pajak telah menjadi instrumen penting dengan kontribusi 64,6% dari sumber penerimaan negara salah satunya yaitu pajak PPN. Dikutip dari kementerian keuangan, PPN merupakan pajak yang dipungut atas transaksi penjualan ataupun pembelian suatu barang/jasa di suatu daerah yang berarti PPN dipungut saat melakukan transaksi atau penyerahan. Melalui undang undang No 7 tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan, pemerintah telah menambah tarif Pajak Pertambahan nilai menjadi 12% pada 1 januari 2025 ini dengan tujuan untuk mengoptimalkan penerimaan negara guna mendukung pemulihan eknomi serta pembangunan (Jurnal et al., 2025). Pajak Pertambahan Nilai telah memberikan kontribusi 33% dari seluruh penerimaan pajak yang berguna dalam mengurangi defisit anggaran yang disertai dengan naiknya bahan baku dan kondisi global. Pendapat lain pun menjelaskan terkait naiknya tarif pajak PPN ini memiliki dampak negatif bagi masyarakat. Akan tetapi, berkontribusi baik bagi anggaran APBN. Meskipun memiliki risiko yang tinggi, kenaikan PPN tidak akan menghambat pertumbuhan ekonomi dikarenakan sektor kesehatan, pendidikan dan pelayanan sosial dibebaskan dari naiknya tarif PPN ini.

Pada tahun 2025 menjadi tahun penting dalam konteks kebijakan fiskal di indonesia, dimana kenaikan PPN menjadi perhatian utama dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara melalui pajak. Dampak dari kenaikan PPn ini memberikan berbagai variabel ekonomi yang masih memerlukan pemahaman lebih dalam terutama pada konteks dinamika pasar dan sosial ekonomi. Meskipun masih terdapat pandangan negatif terkait kenaikan PPN yang akan mengundang reaksi masyarakat yang berpengaruh pada wilingness to pay (keinginan untuk membayar yang jika PPN semakin tinggi maka BKP (barang kena pajak) dan JKP (jasa kena pajak) maka biaya yang diperlukan masyarakat juga semakin tinggi (Ppn et al., 2025). dampak positif juga diperoleh melalui kenaikan pajak tersebut seperti pada kebijakan sebelumnya yang telah diterapkan pajak 11% telah berkontribusi pada total kas negara yang mencapai RP80,08 triliun sampai akhir maret 2023. Dengan demikian dengan bertambahnya jumlah kas yang diterima menjadikan PPN sebai alasan utama untuk kebijakan yang di sahkan. Ppn yang diperoleh juga akan dikembalikan masyarakat itu sendiri melalui pembangunan, program subsidi hingga bantuan sosial yang dilakukan pemerintah.

Selain itu, dari sudut pandang makroekonomi, kenaikan tarif pajak memiliki implikasi signifikan terhadap pendapatan disposabel masyarakat. Pendapatan disposabel, yaitu pendapatan yang tersisa setelah pajak, akan berkurang, sehingga mengurangi kemampuan masyarakat untuk melakukan konsumsi. Dalam kerangka teori Keynesian, penurunan konsumsi rumah tangga akan berdampak langsung pada pengeluaran agregat, yang terdiri dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor bersih. Jika penurunan konsumsi ini tidak diimbangi oleh peningkatan pengeluaran pada sektor lain, seperti pengeluaran pemerintah, maka pertumbuhan ekonomi dapat melambat (Rabani et al., 2025). Kenaikan PPN juga berpotensi memperbesar kesenjangan ekonomi di masyarakat. Kelompok masyarakat menengah ke bawah, yang memiliki Marginal Propensity to Consume (MPC) lebih tinggi, akan merasakan dampak lebih besar dibandingkan dengan kelompok berpenghasilan tinggi. Ketika daya beli kelompok ini menurun, tingkat kesejahteraan mereka juga akan terpengaruh. Oleh karena itu, diperlukan langkah strategis untuk mengurangi dampak negatif kebijakan ini, seperti memberikan subsidi untuk barang-barang kebutuhan pokok atau memperkuat program bantuan sosial seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Dampak Kenaikan PPN 12% terhadap Tingkat Konsumsi Masyarakat
Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 1 Januari 2025 membawa dampak langsung terhadap pola konsumsi masyarakat. Kebijakan ini, meskipun bertujuan untuk memperkuat penerimaan negara, berpotensi menurunkan daya beli masyarakat, terutama pada kelompok ekonomi menengah ke bawah. Kelompok ini cenderung lebih sensitif terhadap kenaikan harga karena sebagian besar pendapatan mereka dialokasikan untuk kebutuhan pokok.
Sebagai contoh, kenaikan tarif PPN akan meningkatkan harga barang dan jasa, mulai dari kebutuhan sehari-hari seperti makanan, pakaian, hingga barang non-esensial seperti elektronik. Masyarakat mungkin merespons kenaikan ini dengan mengurangi konsumsi barang-barang yang dianggap kurang penting dan hanya fokus pada kebutuhan pokok. Dampak ini akan terlihat lebih besar pada barang-barang sekunder dan tersier, yang sering kali menjadi sektor pertama yang mengalami penurunan permintaan dalam kondisi kenaikan pajak.

Pola Konsumsi dan Dampaknya terhadap Ekonomi
Kenaikan tarif PPN juga akan memengaruhi pola konsumsi masyarakat. Barang-barang mewah, hiburan, dan perjalanan wisata domestik maupun internasional diprediksi mengalami penurunan permintaan karena dianggap tidak esensial. Hal ini dapat memberikan dampak langsung pada industri terkait, seperti sektor pariwisata, ritel, dan perdagangan barang impor, yang mungkin mengalami perlambatan pertumbuhan.
Namun, di sisi lain, terdapat potensi pergeseran konsumsi menuju produk-produk lokal yang lebih terjangkau. Meningkatnya harga barang impor dapat membuka peluang bagi produsen lokal untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang mencari alternatif lebih murah. Langkah ini juga dapat memberikan dorongan bagi perkembangan industri lokal jika dikelola dengan baik.

Efek Inflasi dan Stabilitas Ekonomi
Kenaikan PPN dapat memicu inflasi karena produsen dan distributor barang cenderung meneruskan beban kenaikan tarif pajak kepada konsumen akhir. Inflasi yang meningkat dapat mengurangi daya beli masyarakat secara keseluruhan, terutama jika kenaikan harga tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan. Kondisi ini dapat menjadi tantangan besar bagi pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Meskipun sektor-sektor tertentu seperti kesehatan, pendidikan, dan pelayanan sosial dibebaskan dari kenaikan tarif PPN, dampaknya tetap signifikan pada sektor lainnya. Untuk mengurangi tekanan inflasi, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini diimbangi dengan subsidi atau bantuan sosial bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Manfaat bagi Penerimaan Negara dan Pengurangan Defisit Anggaran
Di sisi positif, kenaikan PPN memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara, yang diharapkan mampu mengurangi defisit anggaran dan mendukung pembangunan infrastruktur serta layanan publik. Dengan tambahan penerimaan dari PPN, pemerintah memiliki ruang fiskal yang lebih besar untuk mendanai program-program strategis, seperti pembangunan infrastruktur, penguatan sektor kesehatan, dan peningkatan kualitas pendidikan.
Selain itu, peningkatan tarif ini juga diharapkan memberikan dampak positif pada penegakan pajak yang lebih efektif. Dengan pengawasan dan transparansi yang lebih baik, kebijakan ini dapat mendorong wajib pajak untuk lebih patuh terhadap aturan perpajakan.

Strategi Mengatasi Dampak Negatif
Untuk mengatasi dampak negatif kenaikan tarif PPN, pemerintah dapat mengimplementasikan beberapa strategi:

1. Subsidi dan Insentif: Memberikan subsidi untuk barang-barang kebutuhan pokok agar masyarakat tetap mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.

2. Bantuan Sosial: Memperkuat program bantuan sosial seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk melindungi kelompok masyarakat rentan dari kenaikan harga barang dan jasa.

3. Promosi Produk Lokal: Mendukung konsumsi produk lokal dengan memberikan insentif bagi pelaku UMKM dan kampanye “Bangga Buatan Indonesia”.

4. Edukasi Masyarakat: Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang manfaat jangka panjang dari kenaikan tarif PPN dan bagaimana hasilnya digunakan untuk pembangunan nasional.

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% merupakan langkah strategis pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dan mendukung pemulihan ekonomi. Meskipun kebijakan ini memiliki potensi dampak negatif, seperti penurunan daya beli masyarakat dan peningkatan inflasi, langkah ini juga membawa manfaat besar dalam memperkuat anggaran negara.Untuk memastikan kebijakan ini berhasil, pemerintah perlu mengelola dampak negatifnya dengan baik melalui subsidi, bantuan sosial, dan promosi konsumsi produk lokal. Dengan demikian, kenaikan tarif PPN tidak hanya mendukung pembangunan nasional tetapi juga memastikan kesejahteraan masyarakat tetap terjaga.

Daftar Pustaka

Jurnal, J., Mea, I., Ppn, K., & Dampaknya, D. A. N. (2025). JIMEA | Jurnal Ilmiah MEA ( Manajemen , Ekonomi , dan Akuntansi ). 8(2), 934โ€“944.

Ppn, N., Masyarakat, T., & Inflasi, D. A. N. (2025). ANALISIS DAMPAK KENAIKAN TARIF PAJAK PERTAMBAHAN. 1(5), 205โ€“210.

Rabani, K. F., Shofie, M., Alfarizi, M. B., Hayatul, M. H., Sutrisna, M., & Wardiyah, M. L. (2025). Analisis Statistik Pengaruh Kenaikan PPN Tahun 2025 Terhadap Harga Permintaan , Kondisi Pasar dan Sosial Ekonomi Indonesia. 3(2), 1315โ€“1322.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2025). Laporan Kebijakan Pajak Nasional. Jakarta: Kementerian Keuangan RI.

Badan Pusat Statistik. (2024). Statistik Konsumsi Rumah Tangga Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Bank Indonesia. (2024). Laporan Perkembangan Ekonomi dan Inflasi Nasional. Jakarta: Bank Indonesia.

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan. (2025). Dampak Kenaikan Pajak terhadap Perekonomian Nasional. Vol. 13, No. 2, Hal. 45-58.

Suara.com. (2024). “Kenaikan Tarif PPN: Dampaknya terhadap Konsumsi Masyarakat”. [Online] Diakses dari: https://www.suara.com/

Tempo.co. (2024). “Pajak Pertambahan Nilai Naik, Begini Dampaknya pada Harga Barang”. [Online] Diakses dari: https://www.tempo.co/

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Mankiw, N. G. (2021). Principles of Economics (9th Edition). Cengage Learning.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *