Masa Depan Pertanian Urban: Solusi Pangan Berkelanjutan di Perkotaan

Pertanian perkotaan (urban farming) adalah praktik menanam tanaman pangan dan beternak di area perkotaan dengan memanfaatkan lahan terbatas seperti halaman rumah, atap bangunan, atau ruang publik yang tersedia di kota. Dengan laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi, terutama di perkotaan, permintaan pangan lokal turut meningkat, sementara ketersediaan lahan pertanian konvensional semakin terbatas. Urban farming, yang mencakup kegiatan menanam di area terbatas seperti halaman rumah, atap bangunan, hingga lahan kosong di lingkungan perkotaan, memberikan solusi yang efisien dalam memproduksi pangan di dekat konsumen, mengurangi ketergantungan pada distribusi pangan dari daerah pedesaan. Menurut Kementerian Pertanian Republik Indonesia (2022), urban farming memungkinkan masyarakat untuk tidak hanya mendapatkan akses langsung ke pangan segar, tetapi juga turut serta dalam menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka.

Sumber data : BPS Statistik Pertanian Perkotaan Indonesia (2023)

Dalam grafik tersebut terlihat bahwa partisipasi rumah tangga dalam kegiatan urban farming di Indonesia bervariasi secara signifikan antar provinsi. Jawa Barat menempati posisi teratas, dengan hampir 3,000 rumah tangga terlibat dalam urban farming. Hal ini mengindikasikan tingginya tingkat kesadaran dan minat masyarakat perkotaan di Jawa Barat terhadap pertanian perkotaan, yang mungkin dipicu oleh kebutuhan akan pangan yang lebih terjangkau dan berkualitas di tengah harga pangan yang terus meningkat. Selain itu, program dukungan dari pemerintah daerah serta akses terhadap teknologi pertanian perkotaan yang lebih baik juga mendorong peningkatan jumlah rumah tangga yang berpartisipasi dalam urban farming di Jakarta. Menurut data BPS (2023), jumlah rumah tangga urban farming di Jawa Barat ini tumbuh secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, mencerminkan kesadaran yang lebih tinggi akan pentingnya ketahanan pangan lokal di ibukota. Selain Jawa Barat, provinsi lain seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur juga menunjukkan partisipasi yang signifikan dalam urban farming. Banyak rumah tangga di daerah ini yang telah memanfaatkan teknologi modern seperti hidroponik dan vertikultur untuk memaksimalkan hasil di lahan sempit. Putri dan Wibowo (2023) mencatat bahwa di Jawa Tengah dan Jawa Timur, keberhasilan urban farming didukung oleh inisiatif komunitas lokal yang aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang manfaat urban farming, serta dukungan dari pemerintah daerah yang menyediakan akses terhadap teknologi pertanian perkotaan. Urban farming di provinsi-provinsi ini menjadi contoh bagaimana kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah dapat meningkatkan ketahanan pangan melalui pendekatan yang berkelanjutan.

Sebaliknya, partisipasi dalam urban farming di wilayah-wilayah seperti Maluku, Papua, dan Papua Barat masih relatif rendah. Sunarti dan Yusuf (2022) menjelaskan bahwa rendahnya partisipasi ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti keterbatasan akses terhadap teknologi, kurangnya sosialisasi tentang manfaat urban farming, serta infrastruktur pendukung yang minim. Masyarakat di wilayah-wilayah ini umumnya masih bergantung pada distribusi pangan dari provinsi lain, yang rentan terhadap gangguan rantai pasok. Untuk meningkatkan partisipasi dalam urban farming di daerah ini, diperlukan kebijakan yang mendorong adopsi teknologi, edukasi masyarakat mengenai pentingnya ketahanan pangan lokal, dan pembangunan infrastruktur pendukung. Langkah-langkah ini akan membantu mengatasi ketimpangan ketahanan pangan antarwilayah dan memperkuat ketahanan pangan nasional.

Urban farming tidak hanya memberikan solusi bagi ketahanan pangan lokal, tetapi juga sejalan dengan upaya mencapai Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya pada target 2 (penghapusan kelaparan) dan target 11 (kota dan komunitas berkelanjutan). Laporan FAO (2021) mengungkapkan bahwa urban farming memiliki potensi besar untuk mendukung kota-kota dalam mengatasi masalah kelaparan dengan menyediakan sumber pangan lokal yang mudah diakses. Selain itu, urban farming juga berperan dalam menciptakan lingkungan kota yang lebih hijau dan ramah lingkungan, serta mengurangi jejak karbon dari transportasi pangan. Dengan semakin berkembangnya teknologi, seperti sistem hidroponik, aquaponik, dan vertikultur, urban farming mampu menghasilkan pangan dalam skala yang lebih besar di ruang yang terbatas dan dengan penggunaan sumber daya air yang lebih efisien. Di Jakarta, misalnya, teknologi hidroponik telah banyak diadopsi oleh komunitas-komunitas urban farming untuk menanam sayuran dan buah-buahan dengan memanfaatkan ruang yang minimal, sebagaimana dicatat oleh Putri dan Wibowo (2023).

Selain manfaat lingkungan dan sosial, urban farming juga memberikan manfaat ekonomi bagi rumah tangga perkotaan. Dengan menanam sebagian kebutuhan pangan mereka sendiri, masyarakat dapat mengurangi pengeluaran rumah tangga untuk membeli sayuran dan buah-buahan. Bagi sebagian orang, urban farming juga membuka peluang usaha baru, seperti penjualan produk hasil pertanian perkotaan di pasar lokal atau bahkan melalui platform e-commerce. Menurut Kementerian Pertanian (2022), urban farming tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat perkotaan, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru, terutama bagi mereka yang tertarik untuk mengembangkan usaha di bidang pertanian.

Secara keseluruhan, urban farming merupakan langkah yang efektif dan berkelanjutan dalam menghadapi tantangan ketahanan pangan di masa depan. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, penyebaran teknologi yang lebih merata, serta edukasi yang berkelanjutan bagi masyarakat, urban farming dapat menjadi salah satu solusi kunci dalam memastikan ketersediaan pangan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang. Provinsi-provinsi dengan tingkat partisipasi yang rendah perlu mengembangkan kebijakan yang mendorong urban farming melalui program-program yang inklusif dan ramah masyarakat, sehingga tercipta keseimbangan ketahanan pangan antar wilayah di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS). (2023). Statistik Ketahanan Pangan Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2023). Statistik Pertanian Perkotaan Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Food and Agriculture Organization (FAO). (2021). The State of Food and Agriculture: Urban Farming Solutions. Food and Agriculture Organization of the United Nations.

Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (2022). Laporan Tahunan Urban Farming di Indonesia. Jakarta: Kementerian Pertanian.

Putri, A. P., & Wibowo, S. A. (2023). Urban farming as a sustainable food solution in Jakarta. Journal of Urban Agriculture and Sustainability, 5(2), 133-145.

Sunarti, S., & Yusuf, H. A. (2022). Ketahanan pangan perkotaan melalui pertanian urban di Indonesia. Agricultural Sciences and Technology Journal, 10(3), 212-225.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *