KRISIS BUNGA TINGGI: AKANKAH EKONOMI DUNIA TERSERET ARUS?

Oleh: Aina Ismiyatul Maula

Dalam beberapa tahun terakhir, dunia telah dihadapkan pada tantangan ekonomi yang signifikan, terutama akibat dari kebijakan moneter yang ketat di berbagai negara. Setiap negara, termasuk Indonesia, memiliki permasalahan dalam perekonomian, namun saat ini Indonesia menghadapi tantangan yang cukup berat. Tantangan tersebut dipicu oleh dampak pandemi Covid-19 yang baru saja berlalu, serta resesi global yang memperburuk situasi perekonomian (International Monetary Fund, 2023). Salah satu masalah perekonomian yang paling sering dibahas adalah meningkatnya tingkat inflasi. Kenaikan harga energi dan gangguan rantai pasokan akibat ketegangan geopolitik, termasuk perang Rusia-Ukraina, telah menyebabkan inflasi di banyak negara melambung tinggi (Maurya dkk., 2023). Untuk mengatasi masalah ini, bank sentral di banyak negara, termasuk Federal Reserve di Amerika Serikat dan Bank Sentral Eropa, telah menerapkan kebijakan suku bunga tinggi untuk mengekang inflasi. Dalam periode singkat dari Maret 2022 hingga Juli 2023, suku bunga acuan di Amerika Serikat meningkat drastis dari 0,25% menjadi 5,50%, menciptakan rekor kenaikan suku bunga tertinggi dalam 40 tahun. Langkah ini bertujuan untuk menstabilkan harga tetapi juga berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi global dan meningkatkan risiko resesi.

Kenaikan suku bunga tidak hanya berdampak pada inflasi, tetapi juga pada berbagai sektor ekonomi, terutama di sektor-sektor yang sangat bergantung pada pembiayaan, seperti real estat dan industri manufaktur. Survei oleh National Association of Realtors menunjukkan bahwa 80% dari pembeli rumah menggunakan pembiayaan untuk membeli rumah mereka, ini menunjukkan bahwa kondisi suku bunga sangat memengaruhi kemampuan pembeli untuk mendapatkan pembiayaan dan pada gilirannya dapat berdampak pada permintaan rumah. Hal ini membuktikan bahwa kondisi pasar saat ini sangat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. (National Association of Realtors, 2023). Suku bunga yang meningkat akan mengurangi daya beli konsumen dan menurunkan investasi, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi (Federal Reserve System, 2023).

Negara berkembang, termasuk Indonesia, juga menghadapi tantangan signifikan akibat ketergantungan pada aliran modal internasional. Arus modal keluar dari negara berkembang telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama sebagai dampak dari kebijakan suku bunga tinggi yang diterapkan di negara maju. Tingkat suku bunga yang tinggi di negara-negara maju menyebabkan arus modal keluar dari negara-negara berkembang ke negara maju. Hal ini disebabkan oleh investor yang mencari imbal hasil yang lebih tinggi dan lebih aman di pasar negara maju, terutama dalam kondisi ketidakpastian ekonomi global. Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi DKI Jakarta, Arlyana Abubakar dalam Jakarta Economic Forum 2023 pada 31 Oktober 2023, menyatakan bahwa kebijakan suku bunga tinggi di negara maju dapat menyebabkan pembalikan arus modal dari negara-negara emerging market ke negara maju, yang berdampak pada penguatan USD dan depresiasi mata uang lokal seperti rupiah, di mana nilai tukar rupiah terhadap USD mengalami depresiasi hingga 9,86% dalam periode yang sama dari Rp 14.200 per USD pada Januari 2022 menjadi sekitar Rp 15.600 per USD pada Juli 2023. Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengibaratkan suku bunga tinggi sebagai “penyedot debu” yang menarik modal keluar dari negara berkembang, termasuk Indonesia, pada periode tertentu. Ketidakstabilan ini menunjukkan bagaimana kebijakan moneter di negara maju dapat berdampak langsung pada ekonomi negara berkembang seperti Indonesia.

Menghadapi krisis bunga tinggi yang berpotensi menyeret ekonomi dunia ke dalam resesi, beberapa saran kebijakan dapat diimplementasikan untuk memitigasi dampak negatif dan mendukung pemulihan ekonomi. Bank sentral harus mengadopsi kebijakan moneter yang lebih fleksibel. Bank sentral harus tetap memperhatikan kondisi ekonomi lokal dan global dalam penetapan suku bunga. Kenaikan suku bunga harus dilakukan dengan hati-hati untuk tidak menghambat pertumbuhan ekonomi. Meskipun pengetatan suku bunga diperlukan untuk menahan inflasi, penyesuaian yang lebih bertahap dapat membantu menjaga pertumbuhan ekonomi tanpa memicu resesi mendalam. Kemudian, pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal yang mendukung, tidak menghalangi upaya bank sentral untuk menekan inflasi. Ini termasuk meningkatkan investasi dalam infrastruktur dan memberikan bantuan langsung kepada masyarakat rentan yang terkena dampak inflasi tinggi. Pemerintah dapat mengimplementasikan kebijakan stimulus yang terarah untuk sektor-sektor yang paling terdampak oleh kenaikan suku bunga, seperti perumahan dan industri kecil. Selanjutnya, kerjasama internasional sangat penting. Negara-negara harus bekerja sama dalam forum seperti G20 untuk berbagi strategi dan pengalaman dalam menghadapi tantangan ekonomi global. Selain itu, diversifikasi rantai pasokan menjadi langkah penting untuk mengurangi ketergantungan pada satu sumber dan meningkatkan ketahanan ekonomi terhadap guncangan eksternal. Terakhir, investasi dalam pendidikan dan pelatihan akan membantu meningkatkan keterampilan tenaga kerja, mempersiapkan mereka untuk menghadapi perubahan di pasar kerja yang mungkin terjadi akibat kebijakan moneter yang ketat.

Krisis bunga tinggi yang melanda ekonomi global saat ini menciptakan tantangan yang signifikan bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Kenaikan suku bunga oleh bank sentral, terutama Federal Reserve Amerika Serikat, bertujuan untuk menahan inflasi, tetapi juga berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan risiko resesi. Negara-negara berkembang mengalami dampak yang lebih besar akibat ketergantungan pada aliran modal internasional, yang menyebabkan depresiasi nilai tukar dan ketidakstabilan ekonomi. Dalam menghadapi situasi ini, penting bagi pemerintah dan bank sentral untuk mengadopsi kebijakan moneter yang fleksibel dan mendukung kebijakan fiskal yang terarah. Kerjasama internasional dan diversifikasi rantai pasokan juga menjadi langkah penting untuk meningkatkan ketahanan ekonomi. Dengan strategi yang tepat, diharapkan negara-negara dapat mengatasi tantangan ini dan meminimalkan dampak negatif dari krisis bunga tinggi, sambil tetap mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Daftar Pustaka:

International Monetary Fund. (2023). World Economic Outlook: Countering the Cost-of-Living Crisis. 

International Monetary Fund. (2024). External Sector Report. 

Maurya, P. K., Bansal, R.. & Mishra, A. K. (2023). Russiaโ€“Ukraine conflict and its impact on global inflation: an event study-based approach. Journal of Economic Studies.

National Assosiation of Realtors. (2023). Profile of Home Buyers and Sellers. Federal Reserve System. (2023). Annual Performance Report 2023.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *