IRONI NEGERI AGRARIS: KETAHANAN ATAU KETERGANTUNGAN PANGAN?

Oleh: Nabilla Khansya

Indonesia telah menjadi net importir dari negara lain, komoditas hasil impornya pun beragam mulai dari bahan pangan, elektronik, kendaraan, fashion, dan lain sebagainya. Dalam perdagangan internasional ekspor dan impor telah menjadi hal yang biasa di era globalisasi. Impor merupakan kegiatan masuknya barang ke dalam wilayah pabean secara legal melalui aktivitas perdagangan internasional. Negara yang mampu memproduksi barang dan jasanya sendiri memiliki tingkat impor yang rendah. Umumnya impor dilakukan apabila suatu negara belum mampu mencukupi produksi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri tersebut. Tinggi tingkat penduduk pertumbuhan penduduk selaras dengan tingkat konsumsi yang diperlukan suatu negara. Kebutuhan pangan menjadi kebutuhan primer yang harus dipenuhi untuk konsumsi masyarakat. Pemerintah Indonesia melaksanakan kebijakan impor salah satunya pada sektor pertanian terutama komoditas pangan sebagai penyumbang angka impor terbesar di Indonesia. Tujuan dilakukannya impor pangan adalah untuk mecukupi kebutuhan pangan, menjaga stabilitas harga pangan, dan mempertahankan ketahanan pangan di Indonesia. Namun, dalam dependency theory dibahas mengenai pola ketergantungan antara negara-negara berkembang kepada negara-negara maju (Guntar, 2015). Dalam sektor ekonomi ketergantungan ini mencakup kegiatan impor pangan yang dilakukan Indonesia. Lantas apakah Indonesia tengah dalam posisi mempertahankan ketahanan pangannya atau menggantungkan pangan pada negara lain?

Indonesia salah satu negara agraris dimana memiliki sumber daya alam yang melimpah, lahan pertanian yang luas, serta sumber mata pencaharian sebagian penduduknya ada pada sektor pertanian. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2023, pertanian jadi sektor lapangan pekerjaan yang masih mendominasi yaitu sebesar 28,21%, dibandingkan sektor perdagangan 18,99%, dan industri pengolahan 13,83% (Badan Pusat Statistik, 2023). Hal tersebut menunjukkan bahwa pertanian menjadi sektor penting dalam menunjang kebutuhan, menjaga stabilitas harga, dan ketahanan pangan. Upaya menjaga ketahanan pangan nasional diwujudkan oleh Kementerian Pertanian melalui pembangunan berkelanjutan dalam program Sustainable Development Goalโ€™s (SDGโ€™s) untuk mencapai No Poverty dan Zero Hunger. Ironisnya title sebagai negara agraris dan lahan yang luas tidak menjamin Indonesia dapat memproduksi bahan pangannya sendiri. Ketergantungan bahan pangan impor di Indonesia kepada negara lain menjadi hal yang miris, sebab menyia-nyiakan kekayaan dan potensi sumber daya lokal. Salah satu komoditas pangan yang sering diimpor adalah beras. Hal tersebut diperkuat berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017-2023 dengan rata-rata impor beras sebesar 940.119,8 ton per tahun. Setiap tahunnya Indonesia mendatangkan beras dari beberapa negara yaitu India, Thailand, Vietnam, Pakistan, Myanmar dan lain sebagainya. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 telah mencetak rekor impor terbesar sepanjang pemerintahan Presiden Jokowi sebesar 3,06 juta ton beras. Laju impor beras masih berlangsung pada tahun 2024 dengan menargetkan impor beras mencapai 3,6 juta ton tahun ini. Pada awal tahun 2024 pemerintah telah merealisasikan impor beras mencapai 659 ribu ton di Perum Bulog. Kepala Bapanas menjelaskan bahwa kenaikan angka impor dilakukan untuk mengantisipasi stok beras nasional dan menjaga kestabilan harga beras terutama menjelang hari-hari besar nasional (Laoli, 2024). Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mendatangkan 58 ribu ton beras impor dengan tujuan kembali menstabilkan harga beras dan memenuhi ketersediaan pangan di wilayahnya. Namun, impor beras yang dilakukan menjelang masa panen membuat petani resah karena dapat membuat harga gabah dan beras dari petani turun drastis (Kurniawan, 2024)

Meskipun impor meningkat, tapi kenaikan harga beras sulit dibendung. Kenaikan tersebut terjadi secara merata di seluruh Nusantara. Mirisya, kenaikan harga yang relatif tinggi tersebut juga terjadi di Jawa Tengah sebagai salah satu lumbung padi nasional dan sentra padi nasional terbesar ketiga setelah Jawa Timur dan Jawa Barat. Dimana harga beras melesat 13,86% atau berada pada harga Rp.15.600 per kg. Tahun 2023 Jawa Tengah memproduksi 5,79 juta ton beras dengan total kebutuhan beras sepanjang 2023 di Jawa Tengah mencapai 3,54 juta ton. Fenomena tersebut bagaikan anomali hukum ekonomi. Pasalnya, dengan kondisi tersebut Jawa Tengah dapat dikategorikan dalam daerah surplus produksi beras (Purwanti, 2024). Lonjakan harga beras pada awal tahun 2024 terjadi dikarenakan beberapa hal seperti, adanya perubahan iklim El Nino, meningkatkan permintaan beras menjelang Ramadhan dan Idul Fitri, biaya produksi yang naik, dan terjadinya perebutan pasokan antara penggiling besar dengan penggiling kecil, serta beras yang digunakan sebagai salah satu komoditas bantuan sosial (bansos) untuk alat kampanye pemilu 2024 (Laoli, 2024).

Sangat disayangkan, pasalnya Indonesia sebagai negeri agraris besar tetapi harus bergantung terhadap impor beras dari negara lain selama bertahun-tahun bahkan sejak era Orde Baru. Kendati demikian, menurut pemerintah impor beras merupakan kebijakan yang tidak dapat dihindarkan. Hal tersebut dikarenakan kebijakan impor tidak hanya menyangkut upaya ketahanan pangan nasional melainkan menyangkut stabilitas ekonomi, politik, dan sosial, serta keuntungan dalam perdagangan luar negeri (Pangaribuan, 2019)

Menilik fenomena tersebut pemerintah seharusnya dapat mengendalikan impor dan dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga tujuan ketahanan dan kedaulatan pangan dapat tercapai seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012. Pemerintah juga dapat mengambil kebijakan strategis dan inovatif dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Berikut beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan pemerintah:

  1. Mengalihkan sebagian dana impor beras untuk menambah ketersediaan lahan, alat-alat produksi dan pertanian sehingga dapat menunjang produktivitas pertanian.
  2. Meningkatkan kualitas SDM melalui jalur pendidikan formal dan nonformal yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pertanian.
  3. Menerapkan penggunaan teknologi dalam meningkatkan produktivitas pertanian.
  4. Melakukan diversifikasi pangan dari komiditas jagung dan umbi-umbian dengan tujuan agar masyarakat Indonesia tidak selalu bergantung pada beras sebagai bahan pangan pokok.

Upaya Sustainable Development Goals (SDGโ€™s) 2030 poin 2 mengenai ketahanan pangan dapat diwujudkan dengan melaui kebijakan dan program pemerintah dalam meningkatkan produktivitas pangan. Kemandirian Indonesia dalam memproduksi bahan pangan dalam negeri harus mendapat dukungan dari pemerintah dan masyarakat luas. Kebijakan impor pangan dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, maka dengan kebijakan pengendalian impor pangan dapat menurunkan angka impor pangan di Indonesia. Praktik-praktik yang menggangu proses produksi dan distribusi beras harus segera diberantas agar tidak menimbulkan spekulasi yang merugikan masyarakat. Pemerintah juga dapat memanfaatkan teknologi untuk mewujudkan transparansi data ketersediaan stok beras agar masyarakat dapat turut serta memantau ketersediaan dan distribusi beras di pasaran. 

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2023). Keadaan Pekerja di Inonesia Agustus 2023. Diakses pada 22 Maret 2024, dari https://www.bps.go.id/id/publication/2023/12/08/1b09be03a0951907a562f755/keadaan-pekerja-di-indonesia-agustus-2023.html

Badan Pusat Statistik. (2024). Impor Beras Menurut Negara Asal Utama, 2017-2023. Diakses pada 22 Maret 2024, dari https://www.bps.go.id/id/statistics-table/1/MTA0MyMx/impor-beras-menurut-negara-asal-utama–2000-2022.html

Guntar Perdana, R. (2015). Ketergantungan Indonesia Terhadap Minyak Olahan produksi Singapura. Jipsi-Jurnal Ilmu Politik Dan Komunikasi Unikom4.

Kurniawan, A. (2024). Jateng Digelontor 58.000 Ton Beras Impor, Begini Reaksi Petani. Diakses pada 22 Maret 2024, dari https://jateng.solopos.com/jateng-digelontor-58-000-ton-beras-impor-begini-reaksi-petani-1876848

Laoli, N. (2024). Swasembada Pangan Meredup, Impor Beras Melonjak Fantastis. Diakses pada 22 Maret 2024, dari https://fokus.kontan.co.id/news/swasembada-pangan-meredup-impor-beras-melonjak-fantastis

Pangaribuan, M, T. 2019. Kebijakan Impor Beras dan Ketahanan Pangan Indonesia. Diakses pada 23 Maret 2024, dari https://www.antaranews.com/berita/1223248/kebijakan-impor-beras-dan-ketahanan-pangan-indonesia

Purwanti, A. (2024). Anomali Kenaikan Harga di Daerah Lumbung Beras. Diakses pada 22 Maret 2024, dari https://www.kompas.id/baca/riset/2024/02/29/anomali-kenaikan-harga-di-daerah-lumbung-beras


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *