TWEET SCIENTIFIC
Penulis : Nadia Rakhmawati (Staff Departemen Riset 2023)
Danarti Hariani (2023) dalam penelitiannya yang berjudul โPotensi dan Strategi Pengembangan UMKM Halal di Indonesiaโ, menyatakan bahwa UMKM sebagai bagian dari pengembangan industri halal Indonesia memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan secara nasional maupun internasional. Hal ini dibuktikan dengan tingginya konsumsi produk halal yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia setiap tahunnya. Data riset Dinar Standard menunjukkan bahwa pada tahun 2020, pengeluaran masyarakat Indonesia pada produk halal naik 53% dengan total konsumsi sebesar US$184 miliar (Sari, 2023). Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai konsumen produk halal terbesar di dunia, yaitu sekitar 11,34% dari konsumsi produk halal secara global. Namun, dibalik tingginya konsumsi produk halal di Indonesia tersebut, ternyata masih ada hal yang menghambat kemajuan UMKM halal di Indonesia. Hal apa sajakah yang menghambat kemajuan UMKM di Indonesia?
UMKM merupakan salah satu sektor penopang perekonomian Indonesia yang terbukti mampu meningkatkan perekonomian Indonesia selama beberapa tahun terakhir. Hal ini dibuktikan dengan laporan Kementerian Koperasi dan UMKM Republik Indonesia yang menyatakan bahwa UMKM mampu memberikan kontribusi mencapai 61,07% terhadap PDB atau senilai Rp 8.573,89 triliun. Tren UMKM telah melekat pada masyarakat luas dibanding dengan usaha besar (seperti PT, Firma, dan CV), sehingga banyak masyarakat yang tertarik untuk mendirikan UMKM. Hal tersebut karena beberapa alasan, diantaranya: pendirian UMKM yang lebih mudah, modalnya yang relatif kecil, dan manajemen atau pengelolaan UMKM yang lebih mudah.
Seiring berjalannya waktu, muncullah istilah UMKM halal di kalangan masyarakat. UMKM halal sendiri merupakan sebutan bagi UMKM yang produk-produknya halal mulai dari bahan baku, cara pembuatan, hingga pengemasannya yang sesuai ajaran agama Islam. Adanya UMKM halal ini merupakan tuntutan dari banyaknya jumlah umat Islam di dunia, khususnya Indonesia. Di Indonesia sendiri, jumlah penduduk yang beragama Islam pada tahun 2022 berjumlah 237.558.000 jiwa atau sekitar 86,93% dari total penduduk Indonesia. Sehingga tidak heran jika kebutuhan akan produk-produk halal di Indonesia juga tinggi. Menurut Mutiara Sari (2023) dalam penelitiannya yang berjudul โPotensi Pasar UMKM Halal dalam Perekonomian Indonesiaโ, mayoritas pasar UMKM halal yang mendominasi di Indonesia meliputi tiga sektor antara lain sektor makanan dan minuman halal, sektor fashion halal, serta sektor kosmetik halal. Laporan Dinar Standard mencatat konsumsi Indonesia terhadap makanan dan minuman halal sebesar US$135 miliar pada tahun 2020 sedangkan konsumsi fashion dan kosmetik halal masing-masing tercatat sebesar US$15,6 miliar dan US$4,19 miliar pada tahun 2020 (Sari, 2023).
Tingginya permintaan produk-produk halal juga dipicu karena meningkatnya kesadaran umat Islam untuk memakan atau memakai sesuatu yang halal sesuai dengan ajaran agama. Berdasarkan rilis Center of Halal Lifestyle and Consumer Studies (CHCS), diketahui bahwa 72,5% konsumen Muslim memiliki kesadaran pentingnya konsumsi makanan halal sehingga produk halal sedang menjadi tren beberapa tahun terakhir (Hariani, 2023). Oleh karena itu, masyarakat berlomba-lomba mendirikan UMKM halal yang menyajikan produk-produk untuk umat Islam khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya. Maraknya UMKM halal di Indonesia ini tidak hanya disebabkan oleh tingginya permintaan produk halal di Indonesia, tetapi juga disebabkan oleh melimpahnya sumber daya atau bahan baku halal di Indonesia. Berbagai faktor tersebut tentunya sangat mendukung kemajuan UMKM halal di Indonesia. Bahkan, pemerintah Indonesia telah mencanangkan untuk menjadi pusat industri halal di tahun 2024 (Hariani, 2023). Untuk itu, UMKM halal harus diperhatikan perkembangannya supaya impian tersebut dapat terwujud.
Namun, pada kenyataannya masih terdapat berbagai hal yang menghambat kemajuan UMKM halal di Indonesia. Danarti Hariani (2023) dalam penelitiannya menjelaskan setidaknya ada beberapa hambatan bagi kemajuan UMKM halal. Hambatan tersebut terdiri dari: Minimnya penyaluran dana untuk UMKM, Banyaknya UMKM halal yang belum tersertifikasi, Skill SDM yang relatif rendah, Rendahnya teknologi UMKM halal, Rendahnya literasi halal, Data UMKM halal kurang lengkap dan terintegrasi, Akses fasilitas untuk inovasi produk dan layanan digital masih terbatas, serta Peran kelembagaan terkait belum optimal (Hariani, 2023). Hambatan-hambatan tersebut tentunya harus diatasi, mengingat ada visi pemerintah di tahun 2024 yang ingin menjadikan Indonesia sebagai pusat industri halal.
Minimnya pendanaan merupakan masalah umum yang dihadapi oleh para pelaku UMKM halal, terlebih bagi para pelaku UMKM halal yang baru merintis usahanya. Pendanaan sendiri bisa didapat dari dana pribadi pelaku UMKM halal maupun melalui pinjaman kepada pihak lain (lembaga perbankan dan non-bank). Jika melakukan pinjaman, tentunya ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha UMKM halal, yang terkadang persyaratan itu justru memberatkan pelaku UMKM halal. Bahkan terkadang pihak kreditur itu pilih-pilih dalam memberikan pinjaman dengan alasan pihak debitur yang dinilai kurang meyakinkan dalam melakukan pengembalian pinjaman. Disinilah peran lembaga keuangan syariah sangat diperlukan. Lembaga keuangan syariah sebagai penopang perekonomian syariah tentunya harus memperhatikan masalah pendanaan bagi UMKM halal. Jika pihak lembaga keuangan konvensional mempersulit pendanaan bagi UMKM halal, maka lembaga keuangan syariah harus mempermudah pendanaan bagi UMKM halal. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara meringankan persyaratan peminjaman bagi pelaku UMKM. Semakin mudah persyaratan peminjaman, maka pendanaan bagi UMKM halal semakin banyak yang terpenuhi dan hal tersebut akan mendorong kemajuan UMKM halal di Indonesia.
Banyaknya UMKM yang belum tersertifikasi halal juga menjadi hambatan bagi kemajuan UMKM halal di Indonesia. Hal tersebut karena sertifikasi halal memegang peran yang penting dalam UMKM halal. Tanpa adanya sertifikasi halal, masyarakat muslim tidak akan percaya jika produk UMKM tersebut halal. Oleh karena itu, setiap pelaku UMKM halal harus mengajukan sertifikasi halal bagi produknya melalui MUI. Harga pengajuan sertifikasi halal menjadi salah satu kendala bagi pelaku UMKM halal. Padahal Kementerian K-UKM menyatakan bahwa sertifikasi halal bagi UMKM itu gratis. Namun, pada kenyataannya masih terdapat oknum yang mengambil kesempatan dengan memberikan tarif pada proses pengajuan sertifikasi tersebut. Seperti yang terjadi pada Desember 2019 dimana MUI mengeluarkan tarif yang cukup tinggi bagi pelaku UMKM yang mengajukan sertifikasi halal. Karena hal tersebut, banyak dari UMKM halal yang tidak bisa mengajukan sertifikasi halal karena terkendala biaya (Hariani, 2023). Untuk mengatasi masalah tersebut, pihak pemerintah khususnya Kemenag telah mengambil tindakan dengan menawarkan kuota sertifikasi halal gratis bagi pelaku UMKM halal di seluruh Indonesia, yang mana programnya masih berjalan sampai sekarang. Dengan adanya program tersebut, diharapkan para pelaku UMKM halal semakin antusias dalam mengajukan sertifikasi halal supaya UMKM tersebut dapat segera beroperasi dengan baik dan dapat menarik kepercayaan masyarakat.
Selain masalah biaya, rendahnya literasi halal pelaku UMKM juga menghambat proses sertifikasi halal. Rendahnya literasi halal masyarakat menyebabkan pelaku UMKM halal masih banyak yang belum benar-benar memahami mengenai arti produk halal yang sesungguhnya. Kebanyakan masyarakat hanya menganggap bahwa produk halal adalah produk yang tidak mengandung alkohol dan babi. Padahal, halal yang dimaksud pihak MUI lebih luas daripada itu, yaitu mengenai sejak proses awal pembuatan produk hingga produk itu siap dijual tidak boleh mengandung bahan-bahan yang haram dan bahan-bahan yang membahayakan tubuh. Oleh karena itu, perlu adanya sosialisasi lebih lanjut mengenai persyaratan produk halal bagi pelaku UMKM supaya produk-produk yang dihasilkan UMKM benar-benar dalam kondisi halal, sehingga proses sertifikasi halal dapat dilakukan dengan cepat.
Kendala selanjutnya adalah rendahnya teknologi UMKM halal, terbatasnya akses fasilitas untuk inovasi produk dan layanan digital, serta skill SDM yang relatif rendah. Ketiga kendala tersebut saling berkaitan satu sama lain. Di era society 5.0 ini tentunya teknologi sudah sangat berkembang, termasuk teknologi bagi UMKM halal. Namun, karena SDM yang relatif rendah ini, teknologi itu belum dimanfaatkan secara optimal. Di samping itu, tidak semua daerah memiliki akses terhadap fasilitas inovasi produk termasuk akses terhadap teknologi. Oleh karena itu, perlu adanya sosialisasi dan pelatihan terkait penggunaan teknologi supaya skill SDM pelaku UMKM halal dapat meningkat. Selain itu, pemerataan akses fasilitas untuk inovasi produk juga harus dilakukan, supaya dapat menjangkau ide cemerlang dari seluruh pelosok Indonesia. Kedua upaya ini tentunya dapat dilakukan oleh pemerintah sebagai pihak utama yang kemudian dapat dibantu oleh komunitas-komunitas yang berkaitan atau komunitas yang paham mengenai ketiga hal tersebut.
Data UMKM halal yang kurang lengkap dan kurang terintegrasi juga menjadi salah satu kendala kemajuan UMKM halal. Kurang lengkapnya data menjadikan pihak Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) tidak dapat sepenuhnya membedakan mana UMKM yang sudah tersertifikasi halal dan mana yang belum. Hal tersebut mengakibatkan pihak BPJPH tidak dapat melakukan sosialisasi secara optimal. Padahal para pelaku UMKM sangat membutuhkan sosialisasi terkait produk halal dan sertifikasinya. Oleh karena itu, pihak BPJPH harus melakukan proses administrasi dengan baik dan benar, supaya data-data UMKM halal dapat terintegrasi dengan baik.
Kendala yang terakhir adalah peran lembaga terkait yang dianggap kurang optimal. Dengan adanya kendala-kendala yang telah disebutkan di atas, hal itu memang telah membuktikan kurang optimalnya kinerja lembaga pemerintah terkait. Baik dari lembaga utama pemerintah maupun lembaga turunannya masih belum maksimal dalam melakukan perannya dalam upaya kemajuan UMKM halal di Indonesia. Oleh karena itu, lembaga pemerintah terkait harus meningkatkan kinerjanya dengan melakukan upaya-upaya penyelesaian kendala yang telah disebutkan di atas. Dengan melakukan upaya tersebut, pemerintah dapat menunjukkan keseriusannya dalam mewujudkan misi menjadi pusat industri halal di tahun 2024.
REFERENCE
Sari, M. (2023). Potensi Pasar UMKM Halal Dalam Perekonomian Indonesia. Jurnal El-Kahfi (Journal of Islamic Economics), 04(1).
Hariani, D. (2023). Potensi dan Strategi Pengembangan UMKM Halal di Indonesia Indonesia. Jurnal Ilmu Ekonomi Manajemen Dan Akuntansi MH Thamrin, 4(1), 76โ91.